Tragedi di Berau, Kaltim suami tega habisi istri hamil 6 bulan dan dua anaknya. Polisi pastikan bukan karena One Piece, melainkan KDRT.
Peristiwa tragis mengguncang Kampung Punan Mahakam, Kecamatan Segah, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, pada Minggu (10/8/2025) pagi. Seorang suami berinisial J (34) diduga kuat menghabisi nyawa istrinya, N.O. (33), yang tengah hamil enam bulan, serta dua anak balita mereka, N.J. (5) dan N.S. (4). Ayah korban yang tinggal bersebelahan mendengar suara benturan keras sekitar pukul 07.00 WITA. Ia lalu menemukan putrinya tergeletak di depan kamar mandi dengan luka parah, sementara kedua cucunya tak berdaya di kamar.
Warga segera berdatangan setelah teriakan minta tolong menggema. Pelaku diamankan warga ke rumah salah satu penduduk untuk mencegah amukan massa, lalu diserahkan ke polisi. Para korban dilarikan ke Puskesmas Tepian Buah dan dirujuk ke RSUD Abdul Rivai, Tanjung Redeb. Namun, nyawa mereka tidak tertolong. Petugas medis menyatakan korban meninggal saat tiba atau dalam perjalanan menuju rumah sakit.
Dari pemeriksaan medis dan olah TKP awal, N.O. mengalami luka tusuk di perut, luka tebas di leher, serta lebam di beberapa bagian tubuh. N.J. menderita luka di tangan, leher, dan kepala. Sementara itu, N.S. mengalami luka bacok di tangan, punggung, bokong, dan kepala. Rangkaian temuan ini memperkuat dugaan terjadinya kekerasan ekstrem di ruang domestik, yang kemudian menjadi fokus penyelidikan aparat.
POSVIRAL hadir di saluran whatsapp, silakan JOIN CHANNEL |
Klarifikasi Polisi “Bukan Karena One Piece”
Beberapa jam setelah penangkapan, beredar video di media sosial menampilkan J di dalam mobil petugas dalam perjalanan menuju Polres Berau. Di video itu, J sempat menyinggung istilah “One Piece” ketika ditanya alasannya menghabisi nyawa istri dan anak-anaknya. Pengakuan yang terdengar mengigau itu sempat memicu spekulasi liar di jagat maya, seolah tindakannya dipicu oleh serial populer. Namun, polisi menegaskan pernyataan tersebut tidak bisa dijadikan pegangan.
Kasi Humas Polres Berau, AKP Ngatijan, menekankan bahwa rekaman tersebut menunjukkan pelaku sedang asal bicara seperti orang linglung. Pada tahap awal, kepolisian membawa J untuk pemeriksaan kejiwaan guna memastikan kondisi mentalnya. Seiring pendalaman perkara, polisi menyatakan J dalam keadaan sehat secara kejiwaan. Pernyataan tentang “One Piece” tidak berkaitan dengan motif. Temuan sementara menunjuk pada konflik keluarga yang berlarut dan eskalasi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Berdasarkan keterangan saksi dan penelusuran di lingkungan sekitar, keluarga pihak istri disebut telah lama mendorong perceraian karena pelaku kerap melakukan KDRT. Desakan agar berpisah diduga menjadi pemicu ledakan emosi pelaku. Ia kemudian memilih jalan paling brutal. Polisi memastikan fokus penyidikan diarahkan pada pembuktian rangkaian kekerasan, alat bukti yang disita, serta keterkaitan peristiwa dengan pola KDRT yang selama ini terjadi.
Ayo KAWAL TIMNAS lolos PIALA DUNIA, dengan cara LIVE STREAMING GRATIS tanpa berlangganan melalui aplikasi Shotsgoal. Segera download!

Potret KDRT Suami Habisi Istri Di Berau
Kasus di Berau membuka kembali tabir kelam KDRT di Indonesia. Kekerasan kerap dianggap “urusan rumah tangga” dan jarang disentuh aparat sejak awal. Berbagai laporan lembaga perlindungan perempuan menunjukkan KDRT mendominasi pengaduan. Namun banyak korban memilih bertahan karena faktor ekonomi, tekanan budaya, minimnya akses layanan, atau rasa takut pada pelaku yang justru orang terdekat.
Dari perspektif kriminologi, KDRT sering berwujud siklus kekerasan. Ada fase penegangan, letupan, lalu “bulan madu” yang meninabobokan korban untuk bertahan. Ketika desakan cerai muncul, baik dari korban maupun keluarga, fase penegangan bisa memuncak menjadi letupan fatal. Pola ini terlihat pada kasus Berau riwayat kekerasan, penolakan pelaku terhadap perceraian, dan keputusan ekstrem yang menyasar pasangan serta anak.
Tragedi ini menyoroti lemahnya deteksi dini. Sinyal bahaya sering diabaikan, intervensi datang terlambat. Bila rekomendasi berpisah telah disuarakan keluarga, pertanyaan berikutnya adalah akses layanan apa yang tersedia? Di banyak daerah, unit penanganan KDRT terbatas, mekanisme rujukan belum seragam, dan perlindungan darurat seperti shelter, bantuan hukum, serta konseling masih sulit dijangkau.
Suara Publik
Kecaman keras mengalir dari pegiat perempuan dan perlindungan anak. Legislator daerah, Elita Herlina, mengingatkan bahwa negara tak boleh hadir terlambat. Jangan menunggu korban bersimbah darah atau sudah tak bernyawa. Pesan ini menegaskan kebutuhan memperkuat respons lintas sektor dari desa, puskesmas, kepolisian, hingga pengadilan. Tujuannya agar tanda-tanda KDRT tak lagi terlewat. Penanganan bukan sekadar reaktif, melainkan preventif lewat edukasi, konseling, dan jalur pelaporan yang aman.
Dalam konteks penegakan hukum, pembuktian KDRT yang berulang menjadi kunci bagi hakim. Hal itu menentukan derajat kesengajaan, pemberatan, serta perlindungan bagi korban selamat bila ada. Pada saat yang sama, asesmen psikologis terhadap pelaku tetap diperlukan. Tujuannya bukan untuk merelatifkan kesalahan, melainkan untuk memetakan risiko residif dan kebutuhan intervensi. Transparansi proses, mulai dari autopsi, uji forensik, hingga rekonstruksi, membantu publik memahami kronologi tanpa terjebak sensasi.
Ke depan, penguatan layanan berbasis komunitas adalah keniscayaan. Pemerintah daerah dapat mendorong pos-pos layanan KDRT di tingkat desa atau kelurahan. Kader dan aparat perlu dilatih agar peka terhadap tanda-tanda kekerasan. Jalur pelaporan juga harus mudah, cepat, dan rahasia. Kolaborasi dengan organisasi masyarakat sipil, yang selama ini menjadi garda terdepan pendampingan, perlu difasilitasi dengan anggaran berkelanjutan serta protokol rujukan yang jelas.
Baca Juga: Viral, Kasus KDRT di Jaktim, Polisi Tangkap Istri yang Seret Suaminya Pakai Mobil!
Klarifikasi Kasus Suami Habisi Istri Di Berau
Perkara di Berau menegaskan dua hal penting. Pertama, klarifikasi aparat mematahkan narasi menyesatkan bahwa pembunuhan ini dipicu “One Piece”. Motif yang lebih dekat adalah KDRT yang berlarut, yang akhirnya merenggut nyawa ibu hamil dan dua anak balita. Kedua, peristiwa ini menjadi alarm keras bahwa kekerasan domestik bukan urusan privat. Ia adalah ancaman nyata terhadap keselamatan warga dan harus diputus sedini mungkin.
Transisi dari duka ke perbaikan membutuhkan keberanian melapor, respons aparat yang cepat, serta ekosistem perlindungan yang benar-benar bekerja. Hal itu meliputi hotline, shelter, bantuan hukum, hingga pemulihan psikososial. Masyarakat pun memiliki peran vital peka terhadap tanda-tanda, berani bertanya, dan tidak ragu mencari bantuan profesional. Ketika semua pihak bergerak, peluang mencegah tragedi serupa akan jauh lebih besar.
POS VIRAL berkomitmen menyajikan berita akurat, jernih, dan berimbang, sekaligus mendorong langkah kolektif melawan KDRT. Ikuti informasi dan update terbaru melalui POS VIRAL untuk perkembangan kasus ini, kebijakan perlindungan perempuan dan anak, serta panduan praktis mengakses layanan bantuan di wilayah Anda.