Tanggapan KPK soal Gubernur Bengkulu yang minta cairkan gaji guru honorer ini viral di sosial media, KPK mengungkap, pencairan ini untuk kepentingan Pilkada 2024.
Kasus ini menjadi sorotan dari berbagai media, Rohidin diduga meminta Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pemprov Bengkulu yang berinisial SD untuk cairkan honor pegawai tidak tetap (PTT) dan guru tidak tetap (GTT). Dibawah ini POS VIRAL akan membahas tentang KPK yang ungkap alasan Gubernur Bengkul minta cairkan gaji guru honorer.
Latar Belakang Kasus
Pada tanggal 24 November 2024, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, sebagai tersangka dalam kasus pemerasan dan gratifikasi. Kasus ini mencuat setelah Rohidin meminta Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan di Bengkulu Selatan, Saidirman. Untuk mencairkan honor pegawai tidak tetap dan guru honorer di seluruh Provinsi Bengkulu sebelum tanggal 27 November 2024.
Permintaan ini diduga kuat terkait dengan upaya Rohidin untuk mendapatkan dukungan dalam Pilkada 2024. Pada Juli 2024, Rohidin menyatakan perlunya dukungan dana dan penanggung jawab wilayah untuk pemilihan Gubernur Bengkulu pada Pilkada Serentak November 2024.
Selanjutnya, pada September-Oktober 2024, Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu, Isnan Fajri. Mengumpulkan seluruh ketua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan Kepala Biro di lingkungan Pemda Provinsi Bengkulu untuk mendukung program Rohidin yang mencalonkan diri kembali.
Selain itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu, Syafriandi. Ia dilaporkan menyerahkan uang sebesar Rp200 juta kepada Rohidin melalui ajudannya, Evriansyah. Dengan maksud agar tidak dicopot dari jabatannya.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUPR) Provinsi Bengkulu, Tejo Suroso, juga mengumpulkan uang sejumlah Rp500 juta yang berasal dari potongan anggaran ATK, potongan SPPD, dan potongan tunjangan pegawai.
posviral hadir di saluran wahtsapp JOIN CHANNEL
Kronologi Permintaan Pencairan Gaji
Permintaan pencairan gaji guru honorer oleh Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, memiliki kronologi yang cukup panjang dan kompleks. Pada Juli 2024, Rohidin mulai menyusun strategi untuk mendapatkan dukungan dalam Pilkada Serentak November 2024. Ia menyatakan perlunya dukungan dana dan penanggung jawab wilayah untuk pemilihan tersebut.
Dalam upaya ini, Rohidin menginstruksikan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan di Bengkulu Selatan, Saidirman, untuk mencairkan honor pegawai tidak tetap dan guru honorer di seluruh Provinsi Bengkulu sebelum tanggal 27 November 2024.
Langkah ini diduga kuat sebagai bagian dari strategi untuk menggalang dukungan dari para guru honorer dan pegawai tidak tetap, yang jumlahnya cukup signifikan. Pada September hingga Oktober 2024, Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu, Isnan Fajri, mengumpulkan seluruh ketua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan Kepala Biro di lingkungan Pemda Provinsi Bengkulu.
Pertemuan ini bertujuan untuk mengkoordinasikan dukungan terhadap program Rohidin yang mencalonkan diri kembali sebagai Gubernur. Dalam pertemuan tersebut, disepakati bahwa setiap OPD harus memberikan kontribusi dana untuk mendukung kampanye Pilkada.
Selain itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu, Syafriandi, menyerahkan uang sebesar Rp200 juta kepada Rohidin melalui ajudannya, Evriansyah, dengan maksud agar tidak dicopot dari jabatannya.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUPR) Provinsi Bengkulu, Tejo Suroso, juga mengumpulkan uang sejumlah Rp500 juta yang berasal dari potongan anggaran ATK, potongan SPPD, dan potongan tunjangan pegawai.
Baca Juga: Polisi Tembak Rekan Sendiri Saat Tangkap Pelaku Tambang Ilegal!
Modus Operandi
Modus operandi dalam kasus ini melibatkan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah. Dan sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu untuk mengumpulkan dana kampanye secara ilegal. Salah satu cara utama yang digunakan adalah dengan memerintahkan pencairan honor pegawai tidak tetap dan guru honorer di seluruh provinsi sebelum tanggal 27 November 2024.
Permintaan ini diduga kuat sebagai upaya untuk mendapatkan dukungan dari para guru honorer dan pegawai tidak tetap. Yang jumlahnya cukup besar dan berpotensi memberikan suara signifikan dalam Pilkada. Selain itu, Rohidin juga menerima uang dari berbagai sumber lainnya.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu, Syafriandi, menyerahkan uang sebesar Rp200 juta kepada Rohidin melalui ajudannya, Evriansyah. Dengan maksud agar tidak dicopot dari jabatannya.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUPR) Provinsi Bengkulu, Tejo Suroso. Mengumpulkan uang sejumlah Rp500 juta yang berasal dari potongan anggaran ATK, potongan SPPD, dan potongan tunjangan pegawai. Uang ini kemudian diserahkan kepada Rohidin sebagai bagian dari kontribusi untuk kampanye Pilkada.
Setoran Donasi dari Satuan Kerja
Pada Oktober 2024, Kepala Biro Pemerintahan dan Kesra Provinsi Bengkulu, Ferry Ernest Parera. Memainkan peran penting dalam pengumpulan dana kampanye untuk Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah. Ferry mengkoordinasikan pengumpulan setoran donasi dari berbagai satuan kerja (satker) di dalam tim pemenangan Kota Bengkulu.
Setiap satker diminta untuk memberikan kontribusi dana yang kemudian diserahkan kepada Rohidin melalui ajudannya. Total setoran donasi yang berhasil dikumpulkan mencapai Rp1.405.750.000.
Dana ini berasal dari berbagai sumber, termasuk potongan anggaran operasional, tunjangan pegawai, dan sumbangan sukarela dari pegawai di lingkungan pemerintahan. Pengumpulan dana ini dilakukan secara sistematis dan terorganisir, menunjukkan adanya upaya terstruktur untuk mendukung kampanye Pilkada Rohidin.
Tindakan ini tidak hanya melibatkan pejabat tinggi di pemerintahan. Tetapi juga memanfaatkan sumber daya dan anggaran yang seharusnya digunakan untuk kepentingan publik. KPK menegaskan bahwa penetapan Rohidin sebagai tersangka dilakukan berdasarkan bukti-bukti yang ada, tanpa unsur politis.
Pernyataan Wakil Ketua KPK
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, memberikan pernyataan resmi terkait penetapan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah. Sebagai tersangka dalam kasus pemerasan dan gratifikasi.
Dalam konferensi pers yang diadakan pada 24 November 2024, Alexander menjelaskan bahwa permintaan Rohidin untuk mencairkan honor pegawai tidak tetap dan guru honorer di seluruh Provinsi Bengkulu sebelum tanggal 27 November 2024 diduga kuat terkait dengan upaya untuk mendapatkan dukungan dalam Pilkada 2024.
Alexander mengungkapkan bahwa Rohidin meminta Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan di Bengkulu Selatan, Saidirman, untuk mengumpulkan uang sejumlah Rp2,9 miliar. Uang tersebut berasal dari berbagai sumber, termasuk potongan anggaran dan sumbangan dari pegawai di lingkungan pemerintahan.
Alexander menegaskan bahwa tindakan ini merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang sangat merugikan, terutama bagi para guru honorer yang gajinya tertunda. Ia juga menekankan bahwa penetapan Rohidin sebagai tersangka dilakukan berdasarkan bukti-bukti yang ada dan tidak ada unsur politis dalam proses ini.
Kesimpulan
Kasus yang melibatkan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, dalam permintaan pencairan gaji guru honorer untuk kepentingan kampanye Pilkada 2024. Menyoroti berbagai masalah serius dalam pemerintahan, terutama terkait dengan penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi.
Penetapan Rohidin sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdasarkan bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa tindakan ini bukan hanya sekadar pelanggaran administratif. Tetapi juga merupakan bentuk pemerasan dan gratifikasi yang merugikan banyak pihak.
Permintaan pencairan gaji yang seharusnya menjadi hak para guru honorer digunakan sebagai alat untuk menggalang dukungan politik. Yang mencerminkan betapa rentannya sistem pemerintahan terhadap praktik korupsi.
Dalam kasus Gubernur Bengkulu minta cairkan gaji guru honorer ini, kita mendapatkan pelajaran bahwa tidak semua orang berpangkat memiliki pola pikir yang lurus dalam mengelola keuangan. Jangan lupa untuk melihat informasi Berita Viral lainnya yang akan dibahas dengan lengkap dan detail lainnya ya!