Protes keras mewarnai Bandara Sorong saat warga adat dan aktivis lingkungan menuntut keadilan atas tambang nikel di Raja Ampat.
Mereka mengecam kerusakan ekosistem dan perampasan ruang hidup akibat operasi tambang yang dinilai merusak. Massa menyuarakan desakan pencabutan izin pertambangan dan transparansi pemerintah, terutama menyoroti sikap Menteri ESDM yang dianggap menghindari dialog langsung.
Aksi ini menegaskan perjuangan masyarakat untuk melindungi alam dan hak-hak adat di tengah tekanan eksploitasi sumber daya. Dibawah ini POS VIRAL akan membahas mengenai Protes keras di Bandara Sorong atas tambang Nikel di Raja Ampat.
Teriakan “Bahlil Penipu” Menggema
Sesaat setelah kedatangan Menteri Bahlil di Bandara DEO Sorong, massa yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Alam dan Manusia Papua membentangkan spanduk dan pamflet berisi tuntutan pencabutan izin tambang. Ketegangan memuncak saat massa meneriakkan yel-yel “Bahlil Penipu” lantang, menuding Menteri kabur lewat pintu belakang bandara tanpa menemui mereka secara langsung.
Seorang pemuda adat Raja Ampat, Uno Klawen, menyoroti ketidakjujuran pemerintah yang hanya menyebut satu perusahaan tambang, PT Gag Nikel, padahal masih ada tiga perusahaan lain yang aktif beroperasi di Raja Ampat. “Bahlil penipu, karena dia hanya menyebut satu perusahaan, yaitu PT Gag Nikel, padahal di Raja Ampat ada empat perusahaan besar yang beroperasi,” tegasnya.
POSVIRAL hadir di saluran whatsapp, silakan JOIN CHANNEL |
Ayo KAWAL TIMNAS lolos PIALA DUNIA, dengan cara LIVE STREAMING GRATIS tanpa berlangganan melalui aplikasi Shotsgoal. Segera download!

Tuntutan Tegas dari Masyarakat Adat
Massa aksi menuntut pemerintah pusat mencabut izin usaha pertambangan (IUP) secara permanen di beberapa pulau di Raja Ampat yang sedang mengalami eksploitasi tambang nikel. Mereka juga meminta Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya untuk tidak memberikan izin kelapa sawit di wilayah adat, serta menolak Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dinilai merampas ruang hidup masyarakat adat dan merusak lingkungan.
Uno Klawen menegaskan, “Kami sebagai anak adat Raja Ampat meminta negara jangan tutup mata terhadap permainan elit pusat. Alam kami dirusak dan dirampok atas nama pembangunan,” serunya.
Baca Juga: Tagar #SaveRajaAmpat Viral,Warganet Soroti Ancaman Tambang Nikel
Pemerintah dan Hasil Peninjauan Lapangan
Menanggapi protes ini, Menteri Bahlil melakukan peninjauan langsung ke lokasi tambang nikel di Pulau Gag. Ia menyatakan kehadirannya untuk mendapatkan gambaran objektif dari kondisi lapangan. “Saya datang ke sini untuk mengecek langsung, untuk melihat secara objektif apa yang sebenarnya terjadi,” ujarnya.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Tri Winarno, yang turut meninjau. Menyampaikan bahwa luas lahan pertambangan di Pulau Gag tidak terlalu besar dan sejumlah lahan sudah direklamasi dengan baik. Ia menilai tambang PT GAG Nikel tidak bermasalah berdasarkan pantauan dari udara.
Namun, aktivitas pertambangan PT GAG Nikel dihentikan sementara sebagai tindak lanjut instruksi Menteri ESDM menyusul protes masyarakat. Sementara tim inspeksi Kementerian ESDM melakukan evaluasi di lapangan.
Kerusakan Lingkungan dan Kekhawatiran Masa Depan Raja Ampat
Kondisi ekosistem di Raja Ampat memang semakin mendapat perhatian serius. Aktivitas tambang nikel di beberapa pulau kecil seperti Pulau Gag, Kawe, dan Manuran dikabarkan telah menyebabkan kerusakan alam yang signifikan, termasuk degradasi terumbu karang dan pencemaran laut. Masyarakat adat dan organisasi lingkungan seperti Greenpeace memperingatkan. Bahwa keberlangsungan keindahan dan kekayaan alam Raja Ampat yang dikenal sebagai ‘surga terakhir di bumi’ terancam sirna jika eksploitasi terus berlanjut.
Seorang masyarakat adat menyatakan, “Kondisi Raja Ampat sudah mulai rusak karena eksploitasi tambang nikel. Seperti di Pulau Gag, Kawe, dan Manuran itu sampai saat ini kondisi di sana sudah mulai hancur,”.
Kesimpulan
Protes keras dari masyarakat adat dan aktivis lingkungan di Sorong menandai kekecewaan mendalam terhadap kebijakan pertambangan nikel di Raja Ampat yang dianggap merusak lingkungan dan tidak adil secara sosial. Teriakan “Bahlil Penipu” menjadi simbol ketidakpuasan terhadap sikap pemerintah yang dianggap tidak transparan dan kurang peduli terhadap aspirasi masyarakat setempat.
Peninjauan dan evaluasi lanjutan oleh kementerian menjadi harapan untuk langkah penyelesaian yang dapat menyeimbangkan antara pembangunan dan konservasi alam di wilayah tersebut. Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca informasi tentang Tambang Nikel di Raja Ampat, semoga informasi yang diberikan bermanfaat. Jangan ragu datang kembali untuk mengetahui lebih banyak lagi informasi viral yang ada di POS VIRAL.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari Kompas.com
- Gambar Kedua dari Poros Jakarta.com