Anak durhaka alfian nekat melakukan tindakan keji membakar ayah kandungnya sendiri hidup-hidup, diduga karena merasa cemburu terhadap ibu tirinya.
Medan, Sumatera Utara – Sebuah insiden tragis dan mengejutkan terjadi di Kota Medan, Sumatera Utara, di mana seorang pemuda bernama Muhammad Alfian (25) tega membakar ayah kandungnya sendiri, Aswar (49). Peristiwa ini menggemparkan warga sekitar dan menjadi perbincangan hangat di berbagai media.
Alfian nekat melakukan tindakan keji tersebut diduga karena merasa cemburu terhadap ibu tirinya. Selain itu, pelaku juga merasa tidak senang karena tidak dipinjami handphone. Kasus alfian nekat bakar ayah kandung hidup-hidup ini kini ditangani oleh pihak kepolisian dari Polres Pelabuhan Belawan.
Kronologi Kejadian Tragis
Peristiwa tragis ini terjadi pada hari Minggu, 16 Februari 2025, di sebuah rumah di Simpang Dobi, Lingkungan VII, Kelurahan Titipapan, Kecamatan Medan Deli. Menurut keterangan Jamila (58), istri korban sekaligus ibu tiri pelaku, kejadian bermula ketika mereka baru saja pulang dari berjualan. Setibanya di rumah, Alfian meminta untuk meminjam handphone milik ayahnya. Namun, karena tidak diberikan, Alfian menjadi marah dan mengamuk.
Anak tiri saya bilang, nanti ada kejutan spesial untuk ayah sama ibu, ujar Jamila, mengenang perkataan Alfian sebelum kejadian. Tak lama kemudian, Alfian keluar dari kamar dengan membawa sebotol bensin. Tanpa ampun, ia menyiramkan bensin tersebut ke tubuh ayahnya yang sedang berada di ruang tamu. Kemudian, dengan menggunakan mancis, Alfian menyalakan api hingga tubuh Aswar terbakar.
Usai melakukan aksi kejinya, Alfian langsung melarikan diri. Sementara itu, Jamila yang panik segera meminta pertolongan kepada para tetangga. Dengan bantuan warga sekitar, Aswar segera dilarikan ke klinik terdekat untuk mendapatkan pertolongan medis. Akibat kejadian tersebut, Aswar mengalami luka bakar yang cukup serius, mencapai 60 persen di tubuhnya.
POSVIRAL hadir di saluran wahtsapp, silakan JOIN CHANNEL |
POSVIRAL hadir di saluran wahtsapp, silakan JOIN CHANNEL |
Penangkapan Pelaku
Setelah menerima laporan dari warga, Satreskrim Polres Pelabuhan Belawan segera bergerak cepat untuk melakukan penangkapan terhadap pelaku. Berdasarkan informasi yang diperoleh, Alfian berhasil diamankan di sekitar wilayah Titi Papan. Namun, saat proses penangkapan berlangsung, Alfian mencoba melakukan perlawanan terhadap petugas.
Saat akan diamankan, tersangka melakukan perlawanan yang mengancam keselamatan petugas, sehingga kami terpaksa melakukan tindakan tegas terukur untuk menghentikan aksi perlawanan tersangka, jelas Kasat Reskrim AKP Riffi Noor Faizal. Akibatnya, petugas kepolisian terpaksa melumpuhkan Alfian dengan menembak kakinya. Saat ini, Alfian telah diamankan di Sat Reskrim Polres Pelabuhan Belawan untuk menjalani proses penyidikan lebih lanjut.
Sementara itu, Aswar, korban pembakaran, masih menjalani perawatan intensif di sebuah klinik. Karena keterbatasan biaya, keluarga tidak dapat membawa Aswar ke rumah sakit yang memiliki fasilitas lebih lengkap. Karena tidak ada BPJS, ekonomi kami kurang mampu, terpaksa saya rawat suami saya ini di klinik, ungkap Jamila dengan nada sedih.
Baca Juga:
Motif Pelaku: Cemburu dan Tuduhan Guna-Guna
Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, motif utama Alfian melakukan tindakan keji tersebut adalah karena merasa cemburu terhadap ibu tirinya. Selain itu, Alfian juga kerap marah-marah dan menuduh ayah serta ibu tirinya telah melakukan praktik guna-guna yang menyebabkan dagangan satenya tidak laku.
Pelaku sering marah-marah dan menuduh ayah dan ibu sambungnya melakukan guna-guna hingga dagangan satenya tidak laku, tutur Jamilah. Puncak kemarahan Alfian terjadi ketika Aswar melarangnya mengambil handphone milik ibu tirinya untuk menelepon adiknya yang bekerja di luar negeri.
Tidak senang, dia mengunci rumah dan mengambil bensin lalu membakar rumah serta ayahnya, imbuh Jamilah. Kapolres Pelabuhan Belawan AKBP Janton Silaban juga membenarkan bahwa motif pelaku melakukan pembakaran adalah karena merasa kecewa tidak dipinjami handphone dan cemburu kepada ibu tirinya.
Reaksi Masyarakat Setelah Kejadian Ini
Kasus pembakaran ayah kandung oleh anaknya sendiri ini sontak menuai reaksi keras dari masyarakat sekitar. Banyak yang tidak menyangka bahwa seorang anak tega melakukan tindakan sekeji itu kepada orang tuanya sendiri. Pihak kepolisian dari Polres Pelabuhan Belawan mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk senantiasa menjaga komunikasi yang baik di dalam keluarga. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya konflik yang berujung pada tindakan kekerasan.
Kami mengimbau masyarakat untuk terus melaporkan tindak kriminal yang terjadi di lingkungan sekitar demi menjaga keamanan dan ketertiban bersama, pesan AKP Riffi Noor Faizal. Kasus ini menjadi pengingat bagi kita semua tentang pentingnya menjaga keharmonisan dan komunikasi yang baik di dalam keluarga. Selain itu, penting juga untuk mencari solusi yang baik setiap kali terjadi permasalahan agar tidak berujung pada tindakan kekerasan yang merugikan semua pihak.
Apa Dampak Psikologis Dialami Oleh Keluarga?
Tindakan yang dilakukan oleh Alfian Bakar Ayah Kandung merupakan sebuah bentuk kekerasan yang sangat ekstrem dan tidak dapat dibenarkan. Dari sudut pandang psikologis, tindakan ini dapat dianalisis sebagai bentuk pelampiasan emosi yang tidak terkontrol akibat berbagai faktor, seperti rasa cemburu, marah, dan frustrasi. Selain itu, adanya tuduhan praktik guna-guna juga menunjukkan adanya gangguan dalam pola pikir dan keyakinan pelaku.
Dari segi hukum, Alfian dapat dijerat dengan pasal berlapis, di antaranya adalah pasal tentang kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan percobaan pembunuhan. Ancaman hukuman untuk kedua pasal ini cukup berat, bisa mencapai belasan tahun penjara. Selain hukuman pidana, Alfian juga harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara moral dan sosial di hadapan masyarakat.
Kesimpulan
Kasus tragis yang menimpa Aswar dan dilakukan oleh anaknya, Alfian, menjadi cerminan betapa berbahayanya emosi yang tidak terkendali dan kurangnya komunikasi dalam keluarga. Motif cemburu terhadap ibu tiri dan kekecewaan karena tidak dipinjami handphone hanyalah pemicu dari masalah yang lebih dalam, yaitu kurangnya pemahaman agama, moral, dan kemampuan mengelola emosi. Peristiwa ini menggarisbawahi pentingnya peran keluarga dan masyarakat dalam menanamkan nilai-nilai positif serta membangun komunikasi yang sehat agar terhindar dari tindakan kekerasan yang merugikan semua pihak.
Ke depan, kasus ini harus menjadi pembelajaran bagi semua pihak, termasuk pemerintah, tokoh agama, dan lembaga sosial, untuk lebih aktif dalam memberikan penyuluhan tentang pentingnya pendidikan agama, moral, dan etika dalam keluarga. Selain itu, perlu adanya program-program yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengelola emosi dan menyelesaikan konflik secara damai. Dengan upaya bersama, diharapkan kasus serupa tidak akan terulang lagi di kemudian hari, dan keluarga Indonesia dapat menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi setiap anggotanya.