Agama Jain, sebuah agama kuno yang lahir di India lebih dari 2.500 tahun lalu, menawarkan jalan spiritual unik yang menekankan pada non-kekerasan (ahimsa), pengendalian diri, dan pembebasan jiwa.
Dengan akar sejarah yang dalam dan filosofi yang kaya, Jainisme telah memberikan kontribusi signifikan terhadap budaya dan etika India. Namun, salah satu aspek yang paling kontroversial dari Jainisme adalah praktik Santhara, sebuah ritual puasa hingga mati yang dianggap sebagai jalan menuju pemurnian spiritual. Artikel ini akan menggali lebih dalam tentang Jainisme, keyakinan intinya, sejarahnya, dan mencoba memahami mengapa ritual Santhara tetap menjadi bagian penting dari tradisi ini, meskipun menuai perdebatan hukum dan etika.

Akar Sejarah dan Perkembangan Jainisme
Agama Jain memiliki sejarah panjang dan kompleks yang berakar di India kuno. Agama ini berkembang sejajar dengan Hindu dan Buddha, berbagi beberapa konsep filosofis tetapi juga mempertahankan identitas uniknya. Menurut tradisi Jain, agama ini didirikan oleh serangkaian 24 guru spiritual yang dikenal sebagai Tirthankara, yang berarti “pembuat jalan”. Tirthankara terakhir, Mahavira, hidup pada abad ke-6 SM dan dianggap sebagai tokoh penting dalam reformasi dan penyebaran Jainisme.
Mahavira menekankan pada pentingnya menjalani kehidupan yang penuh dengan non-kekerasan, kejujuran, tidak mencuri, kesucian, dan tidak memiliki keterikatan pada materi. Ajaran-ajaran ini menjadi dasar bagi kode etik Jain dan terus membimbing para pengikutnya hingga saat ini. Setelah Mahavira, Jainisme menyebar ke seluruh India dan kemudian ke seluruh dunia, menarik pengikut dari berbagai latar belakang budaya dan sosial.
Keyakinan Inti dan Prinsip Utama Jainisme
Jainisme memiliki keyakinan inti dan prinsip-prinsip yang memandu kehidupan para pengikutnya. Beberapa di antaranya termasuk:
- Ahimsa (Non-Kekerasan): Prinsip paling penting dalam Jainisme adalah ahimsa, yang berarti tidak melakukan kekerasan terhadap makhluk hidup mana pun, baik secara fisik, verbal, maupun mental. Ini mencakup manusia, hewan, tumbuhan, dan bahkan makhluk mikroskopis. Jains berusaha untuk meminimalkan dampak negatif mereka terhadap lingkungan dan menghindari tindakan apa pun yang dapat menyebabkan penderitaan.
- Anekantavada (Non-Absolutisme): Jainisme mengajarkan bahwa kebenaran itu kompleks dan memiliki banyak aspek. Tidak ada satu sudut pandang pun yang dapat mengklaim kebenaran mutlak. Anekantavada mendorong toleransi, pengertian, dan menghormati perbedaan pendapat.
- Aparigraha (Non-Keterikatan): Jains berusaha untuk mengurangi keterikatan mereka pada materi dan emosi duniawi. Mereka percaya bahwa keterikatan menyebabkan penderitaan dan menghalangi pembebasan jiwa. Aparigraha mendorong kesederhanaan, kepuasan, dan berbagi dengan orang lain.
- Karma: Seperti agama-agama India lainnya, Jainisme percaya pada karma, yaitu hukum sebab dan akibat yang mengatur siklus kelahiran, kematian, dan kelahiran kembali. Tindakan baik menghasilkan karma baik, sedangkan tindakan buruk menghasilkan karma buruk. Tujuan akhir adalah untuk membebaskan jiwa dari siklus karma dan mencapai moksha (pembebasan).
POSVIRAL hadir di saluran wahtsapp, silakan JOIN CHANNEL |
Kabar Gembira bagi pecinta bola, khususnya Timnas Garuda. Ingin tau jadwal timnas dan live streaming pertandingan timnas? Segera download!

Kode Etik Jain
Kode etik Jain didasarkan pada prinsip-prinsip inti dan membimbing para pengikutnya dalam menjalani kehidupan yang bermakna dan bertujuan. Ini mencakup:
- Lima Sumpah Utama (Mahavratas): Ini adalah sumpah yang diambil oleh para biarawan dan biarawati Jain Ahimsa (non-kekerasan mutlak), Satya (kejujuran mutlak), Asteya (tidak mencuri), Brahmacharya (kesucian mutlak), Aparigraha (tidak memiliki keterikatan mutlak)
- Lima Sumpah Lebih Kecil (Anuvratas): Ini adalah sumpah yang diambil oleh umat awam Jain, yang kurang ketat dibandingkan dengan Mahavratas, tetapi tetap membimbing mereka dalam menjalani kehidupan yang etis.
- Tiga Permata (Triratna): Ini adalah tiga prinsip utama yang harus diikuti oleh semua Jains: Samyak Darshan (keyakinan yang benar), Samyak Gyan (pengetahuan yang benar), Samyak Charitra (perilaku yang benar)
Apa Itu Santhara?
Santhara, juga dikenal sebagai Sallekhana, adalah ritual puasa hingga mati yang dilakukan oleh beberapa Jains sebagai bagian dari perjalanan spiritual mereka. Praktik ini melibatkan secara bertahap mengurangi asupan makanan dan cairan sampai kematian terjadi. Santhara dilakukan dengan sukarela dan dengan kesadaran penuh, bukan sebagai tindakan bunuh diri karena depresi atau penyakit mental.
Jains yang melakukan Santhara percaya bahwa dengan melepaskan keterikatan pada tubuh dan dunia material, mereka dapat memurnikan jiwa mereka dan mencapai moksha. Santhara dianggap sebagai tindakan pengorbanan diri dan pengendalian diri yang ekstrem, yang menunjukkan pelepasan dari nafsu dan keinginan duniawi.
Baca Juga:
Alasan di Balik Praktik Santhara
Dari perspektif Jain, Santhara bukanlah tindakan bunuh diri, melainkan praktik spiritual yang mendalam yang memiliki beberapa tujuan:
- Pemurnian Karma: Jains percaya bahwa tindakan Santhara dapat membantu membersihkan karma buruk yang telah terakumulasi selama kehidupan. Dengan melepaskan keterikatan pada tubuh dan dunia material, mereka dapat mengurangi nafsu dan keinginan yang menyebabkan karma buruk.
- Pengendalian Diri: Santhara membutuhkan pengendalian diri yang ekstrem dan kemampuan untuk mengatasi rasa sakit dan penderitaan. Ini dianggap sebagai ujian terakhir dari kekuatan spiritual seseorang.
- Mencapai Moksha: Tujuan akhir dari Agama Jain adalah untuk mencapai moksha, atau pembebasan dari siklus kelahiran dan kematian. Santhara dianggap sebagai jalan yang dapat membantu seseorang mencapai tujuan ini dengan memurnikan jiwa dan melepaskan diri dari keterikatan duniawi.
- Menghadapi Kematian dengan Dignity: Santhara memungkinkan seseorang untuk menghadapi kematian dengan tenang, sadar, dan tanpa rasa takut. Ini dianggap sebagai cara yang lebih bermartabat untuk meninggal daripada bergantung pada perawatan medis yang mungkin memperpanjang penderitaan.
Kontroversi Hukum dan Etika Seputar Santhara
Meskipun Santhara dianggap sebagai praktik spiritual yang suci oleh banyak Jains, praktik ini juga telah memicu kontroversi hukum dan etika. Beberapa orang berpendapat bahwa Santhara adalah bentuk bunuh diri dan harus dilarang. Mereka berpendapat bahwa setiap individu memiliki hak untuk hidup dan bahwa tidak ada agama yang boleh mengizinkan praktik yang mengakhiri hidup.
Di India, pengadilan telah bergulat dengan masalah legalitas Santhara selama bertahun-tahun. Pada tahun 2015, Pengadilan Tinggi Rajasthan melarang praktik Santhara, dengan alasan bahwa itu melanggar hak untuk hidup yang dijamin oleh Konstitusi India. Namun, Mahkamah Agung India kemudian menangguhkan putusan Pengadilan Tinggi, sehingga memungkinkan praktik Santhara untuk terus dilakukan sambil menunggu peninjauan lebih lanjut.
Perspektif Pendapat yang Berbeda
Perdebatan tentang Santhara mencerminkan konflik antara dua nilai yang mendasar: hak untuk hidup dan kebebasan beragama. Para pendukung larangan Santhara berpendapat bahwa hak untuk hidup harus diutamakan dan bahwa tidak ada agama yang boleh mengizinkan praktik yang mengakhiri hidup. Mereka juga berpendapat bahwa Santhara dapat digunakan untuk menekan orang yang rentan, seperti wanita dan orang tua, untuk melakukan bunuh diri.
Di sisi lain, para pendukung Santhara berpendapat bahwa praktik ini merupakan bagian penting dari agama Jain dan bahwa melarangnya akan melanggar kebebasan beragama mereka. Mereka berpendapat bahwa Santhara dilakukan dengan sukarela dan dengan kesadaran penuh. Bukan sebagai tindakan bunuh diri karena depresi atau penyakit mental. Mereka juga berpendapat bahwa Santhara memungkinkan seseorang untuk menghadapi kematian dengan tenang, sadar, dan tanpa rasa takut.
Kesimpulan
Santhara adalah praktik kompleks yang memiliki makna spiritual yang mendalam bagi banyak Jains. Meskipun praktik ini telah memicu kontroversi hukum dan etika, penting untuk memahami Santhara dalam konteks keyakinan inti, sejarah, dan kode etik Agama Jain. Santhara bukanlah tindakan bunuh diri, melainkan praktik pengorbanan diri dan pengendalian diri yang ekstrem. Yang menunjukkan pelepasan dari nafsu dan keinginan duniawi.
Perdebatan tentang Santhara mencerminkan konflik antara hak untuk hidup dan kebebasan beragama. Tidak ada jawaban yang mudah untuk masalah ini. Namun, dengan memahami perspektif yang berbeda dan menghormati nilai-nilai yang mendasar. Kita dapat mencapai pemahaman yang lebih baik tentang kompleksitas Santhara dan tempatnya dalam tradisi Agama Jain.
Manfaatkan juga waktu anda untuk mengeksplorasi lebih banyak lagi informasi viral terupdate lainnya hanya di POS VIRAL.