Keputusan Donald Trump di masa pemerintahannya menjadi sorotan dunia mengusir beberapa Mahasiswa China yang telah kuliah di Amerika Serikat.
Fakta utamanya adalah kekhawatiran terhadap ancaman keamanan nasional, khususnya terkait dugaan spionase teknologi dan pencurian kekayaan intelektual. Mahasiswa yang dianggap memiliki hubungan dengan universitas atau lembaga yang terafiliasi dengan militer Tiongkok menjadi sasaran utama, meskipun banyak di antaranya datang hanya untuk belajar secara sah dan damai.
Kebijakan ini langsung menuai kecaman dari berbagai pihak, termasuk universitas-universitas terkemuka di AS yang kehilangan talenta internasional mereka. Simak penjelasan berikut dari POS VIRAL yang akan memberikan informasi lengkap secara rinci mengenai Donald Trump Usir Mahasiswa China Kuliah di Amerika Serikat, Ini Faktanya.
Ketegangan AS China Masuki Dunia Kampus
Dalam babak baru ketegangan antara Amerika Serikat dan China, dunia pendidikan ikut terseret dalam arus konflik dua negara adidaya tersebut. Pada masa kepemimpinannya, Donald Trump mengambil langkah kontroversial dengan mencabut visa ribuan mahasiswa asal China yang sedang menempuh pendidikan di berbagai universitas terkemuka di Amerika Serikat.
Alasan utama di balik kebijakan ini adalah dugaan ancaman keamanan nasional. Trump dan tim keamanannya meyakini bahwa sebagian mahasiswa China, terutama yang memiliki hubungan dengan universitas militer atau institusi riset strategis, bisa menjadi jalur bagi upaya spionase teknologi oleh pemerintah Tiongkok. Namun, kebijakan ini memicu pertanyaan besar: benarkah semua mahasiswa China adalah ancaman?
POSVIRAL hadir di saluran whatsapp, silakan JOIN CHANNEL |
Ayo KAWAL TIMNAS lolos PIALA DUNIA, dengan cara LIVE STREAMING GRATIS tanpa berlangganan melalui aplikasi Shotsgoal. Segera download!

Ribuan Mahasiswa Terancam Pulang
Pada tahun 2020, pemerintahan Trump mencabut visa lebih dari 1.000 mahasiswa dan peneliti asal China. Mereka yang terdampak kebanyakan berasal dari universitas dengan afiliasi militer, namun banyak juga yang mengaku tidak memiliki keterkaitan apa pun dengan isu-isu keamanan.
Para mahasiswa ini tiba-tiba kehilangan status hukum mereka di AS dan terpaksa kembali ke negara asal, meski sedang menempuh studi di tingkat S2 dan S3. Banyak dari mereka merasa diperlakukan tidak adil, bahkan ada yang mengaku diinterogasi di bandara tanpa penjelasan memadai. Suasana kampus yang biasanya menjadi ruang netral akademik berubah menjadi arena politik internasional.
Baca Juga:
Kampus Terkemuka Protes Keras
Langkah Trump menuai respons keras dari sejumlah universitas top di AS seperti Harvard, MIT, dan Stanford. Mereka menyayangkan keputusan yang dinilai membahayakan prinsip kebebasan akademik dan kolaborasi internasional yang selama ini menjadi kekuatan utama dalam riset dan inovasi Amerika.
Pihak kampus juga mengungkapkan bahwa mahasiswa internasional, termasuk dari China, memainkan peran vital dalam penelitian ilmiah, terutama di bidang teknologi, kedokteran, dan energi. Dengan mengusir mahasiswa ini, AS dinilai merugikan dirinya sendiri dalam persaingan global akan inovasi dan talenta.
Alasan Keamanan atau Alibi Politik?
Pemerintahan Trump berdalih bahwa langkah tersebut murni untuk melindungi keamanan nasional, terutama setelah meningkatnya kasus dugaan spionase teknologi oleh agen-agen yang diduga berafiliasi dengan pemerintah China. Beberapa kasus sempat muncul di media, memperkuat narasi ancaman dari dalam kampus.
Namun, banyak pihak menilai kebijakan ini terlalu menyapu luas dan bersifat diskriminatif. Tidak semua mahasiswa China terlibat dalam kegiatan spionase, dan kebijakan ini justru menciptakan prasangka yang merusak hubungan antarmahasiswa dan lingkungan akademik yang inklusif.
Dampak Psikologis dan Masa Depan Terputus
Selain dampak administratif dan legal, kebijakan ini membawa beban psikologis yang berat bagi mahasiswa China di AS. Mereka merasa diawasi, dikucilkan, dan dicurigai hanya karena paspor yang mereka bawa. Beberapa bahkan melaporkan depresi dan kecemasan berlebih selama masa studi mereka.
Banyak mimpi terputus di tengah jalan. Mahasiswa yang sedang menyusun disertasi, meneliti di laboratorium, atau mengembangkan startup berbasis teknologi harus pulang tanpa kepastian kapan bisa kembali. Mereka tidak hanya kehilangan kesempatan akademik, tapi juga masa depan karier yang telah dibangun bertahun-tahun.
Tanggapan Dunia Apakah Ini Awal Gelombang Baru Diskriminasi?
Reaksi global terhadap kebijakan Trump ini pun tak kalah keras. Pemerintah China mengecam keras tindakan tersebut dan menyebutnya sebagai bentuk “represi politik berkedok keamanan.” Sementara itu, komunitas akademik internasional menilai langkah ini bisa menjadi preseden berbahaya yang mengancam mobilitas pendidikan lintas negara.
Beberapa negara mulai mengevaluasi ulang hubungan pendidikan mereka dengan AS, khawatir jika kebijakan serupa bisa diterapkan terhadap mahasiswa dari negara lain. Dunia akademik yang seharusnya bersifat universal, netral, dan terbuka mulai dikaburkan oleh sentimen geopolitik.
Kesimpulan
Setelah Donald Trump lengser, pemerintahan Joe Biden mengambil pendekatan yang lebih moderat, meskipun tidak secara langsung mencabut seluruh kebijakan pendahulunya. Beberapa visa kembali diberikan, tetapi pengawasan terhadap pelajar asing tetap ketat, khususnya di bidang teknologi sensitif.
Meski begitu, ketakutan dan ketidakpastian masih menyelimuti banyak mahasiswa China di AS. Mereka kini harus lebih berhati-hati, tidak hanya dalam urusan akademik, tetapi juga dalam gerak-gerik sehari-hari. Kasus ini menjadi pelajaran bahwa dalam dunia global saat ini, pendidikan pun tidak bisa sepenuhnya lepas dari bayang-bayang politik internasional. Ikuti terus informasi berita terbaru dari kami yang terus update setiap harinya di POS VIRAL.
Informasi gambar yang kami dapatkan:
Gambar Pertama dari Okezone News
Gambar Kedua dari Tribunnews.com