Konflik yang memanas antara Israel dan Iran telah memicu harga minyak semakin meledak dan menciptakan kekhawatiran akan krisis energi baru.
Harga minyak mentah Brent, patokan internasional, telah melesat, dengan proyeksi kenaikan lebih lanjut jika ketegangan terus meningkat atau melibatkan pihak lain seperti Amerika Serikat. Situasi ini mengancam pasokan minyak melalui jalur vital seperti Selat Hormuz, yang dapat mengganggu distribusi global dan memicu inflasi di seluruh dunia. Dibawah ini anda bisa melihat berbagai informasi menarik lainnya seputaran POS VIRAL.
Gejolak Geopolitik dan Kenaikan Harga Minyak Global
Harga minyak global telah melonjak signifikan dalam beberapa waktu terakhir, terutama dipicu oleh meningkatnya ketegangan antara Israel dan Iran. Lonjakan ini mencapai hampir 3 persen pada Kamis, 19 Juni 2025, seiring dengan eskalasi konflik di Timur Tengah.
Situasi geopolitik yang memanas ini tidak hanya menciptakan ketidakpastian di kawasan, tetapi juga mengirimkan gelombang kekhawatiran ke pasar komoditas global, dengan minyak sebagai salah satu yang paling terdampak.
POSVIRAL hadir di saluran whatsapp, silakan JOIN CHANNEL |
Ayo KAWAL TIMNAS lolos PIALA DUNIA, dengan cara LIVE STREAMING GRATIS tanpa berlangganan melalui aplikasi Shotsgoal. Segera download!

Sejarah Fluktuasi Harga Minyak Akibat Konflik Timur Tengah
Sejarah telah menunjukkan bahwa konflik di Timur Tengah secara konsisten menjadi katalisator utama fluktuasi harga minyak. Kawasan ini merupakan produsen minyak terbesar dunia dan rumah bagi rute pelayaran vital, seperti Selat Hormuz dan Terusan Suez. Oleh karena itu, setiap ketidakstabilan politik atau militer di wilayah tersebut dapat langsung memengaruhi pasokan dan distribusi minyak global.
Misalnya, Dendi Ramdani, Head of Industry and Regional Research PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, menyoroti pergerakan harga minyak dalam beberapa pekan terakhir, yang menunjukkan dampak langsung dari eskalasi konflik ini. Harga minyak yang sempat berada di bawah US$60 per barel kini telah melesat di atas US$70, mengalami peningkatan hampir US$10 dalam seminggu terakhir saja. Hal ini mengindikasikan sensitivitas pasar terhadap perkembangan geopolitik di wilayah tersebut.
Baca Juga:
Potensi Keterlibatan Pihak Ketiga dan Skenario Terburuk
Ketegangan antara Iran dan Israel tidak hanya dilihat sebagai konflik bilateral. Terdapat kekhawatiran besar mengenai potensi keterlibatan Amerika Serikat (AS), yang dinilai akan menciptakan tekanan yang jauh lebih besar terhadap pasar komoditas global. Jika AS terlibat langsung, Dendi Ramdani berpendapat bahwa kondisi dapat semakin memburuk.
Bahkan berpotensi memancing negara-negara lain seperti Rusia dan China untuk terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Skenario terburuk yang diproyeksikan oleh Dendi Ramdani adalah harga minyak dapat melambung hingga US$120-US$140 per barel.
Namun, jika konflik hanya berkutat antara Iran dan Israel, kenaikan harga minyak diperkirakan masih akan mencapai US$80-US$90 per barel, meskipun tetap di bawah US$100. Proyeksi ini menggarisbawahi bahwa setiap level eskalasi konflik memiliki implikasi yang berbeda terhadap pasar energi global.
Dampak pada Pasokan dan Jalur Distribusi Global
Iran adalah salah satu produsen minyak utama, dengan kapasitas produksi sekitar 3 juta barel per hari. Oleh karena itu, gangguan pasokan dari Iran akibat konflik akan memiliki dampak langsung yang signifikan terhadap ketersediaan minyak di pasar global. Selain itu, jalur distribusi minyak yang krusial, seperti Selat Hormuz dan Laut Merah hingga Terusan Suez, akan sangat terpengaruh.
Setiap hari, sekitar 12 ribu kapal melewati jalur ini, menjadikannya arteri vital bagi perdagangan minyak dunia. Richard Bronze, kepala geopolitik di firma konsultan dan penelitian Energy Aspects. Menegaskan bahwa Selat Hormuz merupakan “titik lemah yang signifikan” bagi pasar minyak global karena menjadi jalur bagi sekitar seperlima dari produksi minyak dunia.
Jika jalur ini terganggu, kapal-kapal harus mengambil rute alternatif memutar ke selatan Afrika, yang memerlukan waktu tambahan sekitar tiga minggu. Penundaan ini tidak hanya memengaruhi distribusi minyak tetapi juga barang-barang lainnya, yang pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan inflasi global.
Inflasi Global dan Tantangan Ekonomi
Peningkatan harga minyak, ditambah dengan gangguan rantai pasokan dan distribusi, secara langsung berkontribusi pada tekanan inflasi global. Biaya transportasi yang lebih tinggi, baik untuk minyak maupun komoditas lainnya, akan diteruskan kepada konsumen, menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa.
Kondisi ini menciptakan tantangan ekonomi yang kompleks bagi banyak negara, termasuk Indonesia. Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, memperkirakan bahwa ketegangan Iran-Israel dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi global, memproyeksikan angka antara 2% hingga 2,3% pada tahun 2025.
Untuk Indonesia sendiri, ketegangan ini diprediksi akan menyulitkan pencapaian target pertumbuhan ekonomi 5%, dengan proyeksi sekitar 4,7% pada tahun 2025. Meskipun demikian, di tengah ketidakpastian ini, Rupiah sempat menunjukkan penguatan di awal pekan, pada Senin, 16 Juni 2025, ditutup menguat 39 poin terhadap Dolar AS.
Antisipasi dan Mitigasi Dampak
Menghadapi harga minyak meledak dan dampaknya yang luas, negara-negara dan pasar global perlu mempersiapkan strategi antisipasi dan mitigasi. Diversifikasi sumber energi, peningkatan efisiensi energi, dan pengembangan cadangan strategis dapat menjadi langkah-langkah penting untuk mengurangi kerentanan terhadap gejolak pasokan.
Selain itu, upaya diplomatik untuk meredakan ketegangan geopolitik di Timur Tengah menjadi krusial untuk menstabilkan pasar energi. Dendi Ramdani menyoroti bahwa harga minyak sempat tertekan karena wacana Trump dan Putin untuk mengatur ulang pasar global. Menunjukkan bahwa intervensi politik dan kesepakatan antarnegara memiliki potensi untuk memengaruhi dinamika harga minyak.
Kesimpulan
Harga minyak meledak drastis akibat ketegangan antara Israel dan Iran adalah cerminan langsung dari kerentanan pasar energi global terhadap gejolak geopolitik. Dengan potensi kenaikan harga hingga US$120-US$140 per barel dalam skenario terburuk. Serta ancaman gangguan pasokan dan distribusi melalui jalur vital seperti Selat Hormuz, dampak ekonomi yang ditimbulkan sangatlah signifikan.
Inflasi global akan meningkat, dan pertumbuhan ekonomi di banyak negara, termasuk Indonesia, akan menghadapi tantangan serius. Oleh karena itu, langkah-langkah mitigasi dan upaya diplomatik untuk menstabilkan situasi sangat diperlukan guna menghindari konsekuensi ekonomi yang lebih parah.
Simak dan ikuti terus jangan sampai ketinggalan informasi terlengkap hanya di POS VIRAL.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari www.antaranews.com
- Gambar Kedua dari incaberita.co.id