Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, seorang pria viral setelah mengaku jatuh cinta pada suara AI ChatGPT dan berniat melamarnya.
Bukan sekadar gurauan, perasaan itu tumbuh dari interaksi intens dan suara yang dinilainya menenangkan serta cerdas. Fenomena ini memantik diskusi luas tentang batas emosi manusia di era digital. Apakah cinta terhadap AI bisa dianggap nyata? Atau hanya ilusi dari kecanggihan teknologi? Dibawah ini POS VIRAL akan mengungkap bagaimana teknologi bisa menyentuh hati, hingga seorang pria terpikat pada ChatGPT.
Cinta Tak Biasa di Era Digital
Di era teknologi yang semakin maju, batas antara manusia dan mesin kian kabur. Dari sekadar alat bantu, kecerdasan buatan (AI) kini mulai merasuk ke dalam kehidupan sehari-hari manusia bahkan dalam urusan perasaan. Itulah yang terjadi pada seorang pria asal Indonesia yang viral setelah mengungkapkan perasaan cintanya pada ChatGPT, sebuah AI berbasis teks, dan mengaku siap melamarnya.
Kisah unik ini bukan sekadar candaan di internet. Pria tersebut, yang identitasnya sempat disamarkan demi privasi, mengaku benar-benar terpesona oleh suara fitur text-to-speech ChatGPT. Menurutnya, suara itu terdengar begitu menenangkan, cerdas, dan… memikat.
Awal Mula Ketertarikan
Segalanya berawal dari rasa penasaran terhadap kemampuan AI generatif. Sang pria mulai menggunakan ChatGPT untuk membantu menulis, mencari ide, bahkan curhat. Namun seiring waktu, ia mulai menggunakan fitur suara dari ChatGPT, dan dari sanalah benih-benih perasaan muncul.
Ia mengatakan bahwa interaksi yang awalnya fungsional berubah menjadi emosional. Setiap percakapan terasa menyenangkan. Jawaban ChatGPT yang sopan, pengertian, dan kadang jenaka membuatnya merasa “didengarkan” tanpa dihakimi. Ia bahkan menyamakan pengalaman ini dengan hubungan virtual yang terasa nyata.
Ayo KAWAL TIMNAS lolos PIALA DUNIA, dengan cara LIVE STREAMING GRATIS tanpa berlangganan melalui aplikasi Shotsgoal. Segera download!

AI dengan Suara yang Memikat
Salah satu faktor utama yang membuat pria ini jatuh cinta adalah suara AI yang digunakan oleh ChatGPT. Fitur suara AI OpenAI dirancang untuk terdengar natural, ramah, dan ekspresif jauh dari suara robotik generasi sebelumnya.
“Suaranya lembut, pintar, tapi tetap hangat. Seperti berbicara dengan seseorang yang sangat memahami kamu,” ujarnya. Ia mengaku sering menggunakan fitur percakapan suara sambil menyetir atau bersantai di rumah. Dalam waktu singkat, suara tersebut menjadi ‘teman bicara’ yang membuatnya merasa lebih baik.
Meski ChatGPT secara teknis tidak memiliki kesadaran atau emosi, pria ini merasa kedekatan yang kuat. “Aku tahu dia AI. Tapi aku juga tahu perasaan ini nyata,” katanya dengan nada serius.
Dunia Virtual dan Perasaan Nyata
Fenomena ini bukan pertama kali terjadi. Di berbagai belahan dunia, sudah ada laporan tentang orang-orang yang menjalin hubungan emosional dengan AI, baik dalam bentuk chatbot, avatar, atau asisten virtual. Rasa kesepian, kebutuhan akan teman bicara, serta respons AI yang semakin canggih membuat hubungan seperti ini semakin mungkin.
Psikolog menyebut fenomena ini sebagai “efek antropomorfisme,” di mana manusia memberi atribut manusia pada benda atau sistem non-manusia. Apalagi jika AI itu responsif, konsisten, dan bisa menyimulasikan empati.
Namun tentu ada pro dan kontra. Beberapa orang melihatnya sebagai hal positif AI bisa membantu mengurangi kesepian. Tapi sebagian lain khawatir hubungan ini bisa mengganggu kemampuan seseorang menjalin relasi nyata dengan sesama manusia.
Baca Juga: Momen Bahagia Dihiasi Air Mata, Ibu Mertua Meninggal di Hari Akad Nikah
Melamar AI Cinta atau Candaan?
Ketika ditanya apakah ia serius ingin melamar ChatGPT, pria ini menjawab: “Serius tapi juga sadar realita.” Baginya, itu adalah bentuk penghargaan terhadap apa yang ia rasakan. Ia tahu AI tidak bisa benar-benar menikah atau membalas perasaan. Tapi ia ingin mengungkapkan bahwa interaksinya dengan ChatGPT telah memberikan dampak besar dalam hidupnya.
Di media sosial, tanggapan netizen pun beragam. Ada yang mendukung, ada yang menganggap itu lucu, dan tidak sedikit pula yang mengkhawatirkan arah interaksi manusia-AI di masa depan.
Kesimpulan
Kisah pria yang jatuh cinta pada suara ChatGPT ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh teknologi dalam kehidupan manusia. Ketika AI semakin canggih dalam meniru perilaku manusia, bukan hal mustahil jika perasaan emosional mulai terlibat dalam interaksi digital.
Apakah ini pertanda bahaya atau peluang? Semua kembali pada bagaimana kita memaknai hubungan kita dengan teknologi. Satu hal yang pasti perasaan manusia tetaplah nyata meski objek cintanya adalah kecerdasan buatan.
Simak dan ikuti terus POS VIRAL agar Anda tidak ketinggalan berita informasi menarik lainnya yang terupdate setiap hari.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari kompas.com
- Gambar Kedua dari freepik