Jejak gelap Baoxia Liu kini menjadi buronan FBI atas keterlibatannya dalam jaringan gelap suplai senjata ke kawasan konflik Timur Tengah.
Warga negara China ini disebut-sebut sebagai sosok di balik rantai pasokan senjata canggih yang memperkeruh ketegangan antara Iran dan Israel. Berdasarkan informasi intelijen, Baoxia Liu diduga mengatur transaksi lintas negara menggunakan perusahaan-perusahaan bayangan dan rekening offshore untuk menghindari deteksi.
Aktivitasnya bukan hanya menguntungkan secara finansial, tetapi juga memperparah ketidakstabilan geopolitik di wilayah yang sudah lama tercekam konflik. Simak penjelasan berikut dari POS VIRAL yang akan memberikan informasi lengkap secara rinci mengenai Jejak Gelap Baoxia Liu Dalangi Suplai Senjata ke Zona Perang Timur Tengah.
Perdagangan Senjata Global
Baoxia Liu, seorang pengusaha internasional asal Tiongkok, selama bertahun-tahun menyembunyikan jejaknya di balik tirai gelap perdagangan senjata. Nama yang nyaris tak dikenal di publik ini ternyata menjadi aktor utama dalam rantai suplai senjata ilegal yang berakhir di tangan kelompok militan di Timur Tengah. Investigasi yang dilakukan oleh konsorsium jurnalis investigatif internasional menguak bagaimana jaringan Liu beroperasi dalam bayang-bayang perusahaan ekspor-impor dan entitas fiktif di berbagai negara.
Dibantu oleh koneksi politik dan dana tak terbatas, Liu memanfaatkan celah hukum di negara-negara berkembang untuk mengalihkan senjata secara terselubung. Senjata-senjata tersebut, mulai dari senapan serbu hingga drone militer, ditemukan dalam konflik bersenjata di Suriah, Yaman, hingga Libya. Keberadaannya menjadi sorotan ketika beberapa kontainer senjata yang dikirim ke Timur Tengah ternyata memiliki dokumen ekspor yang terhubung ke perusahaannya di Shanghai dan UEA.
Dari Asia ke Timur Tengah
Operasi Liu tidak hanya canggih, tetapi juga kompleks. Ia menggunakan jalur laut dan udara untuk mengangkut senjata melalui negara-negara seperti Turki, Lebanon, dan Somalia. Di sepanjang jalur itu, Liu mengandalkan broker senjata bayangan dan pelabuhan gelap yang lemah pengawasan. Dokumen ekspor sering kali dimanipulasi menjadi “peralatan industri” atau “komponen mesin” untuk menghindari deteksi aparat bea cukai.
Dalam banyak kasus, pengiriman dilakukan melalui “third party country” atau negara pihak ketiga yang tidak berada di bawah embargo senjata. Hal ini membuat jejak hukum sulit ditelusuri dan pihak berwenang kesulitan melakukan penindakan langsung. Namun, pola pengiriman dan karakteristik senjata yang ditemukan di zona konflik mengarah pada satu benang merah, semuanya berakar dari jaringan yang dikendalikan Liu.
POSVIRAL hadir di saluran whatsapp, silakan JOIN CHANNEL |
Ayo KAWAL TIMNAS lolos PIALA DUNIA, dengan cara LIVE STREAMING GRATIS tanpa berlangganan melalui aplikasi Shotsgoal. Segera download!

Perusahaan Cangkang dan Jejaring Keuangan Gelap
Liu mendirikan puluhan perusahaan cangkang di Hong Kong, Siprus, Kepulauan Virgin Britania Raya, dan Dubai. Perusahaan-perusahaan ini tidak memiliki karyawan tetap atau aktivitas bisnis yang jelas, tetapi memiliki aliran dana jutaan dolar dalam kurun waktu singkat. Dana tersebut kemudian digunakan untuk membeli senjata dari pabrik di Eropa Timur dan Asia Tenggara, yang kemudian dikirim ke zona konflik.
Skema pencucian uang Liu melibatkan transfer dana melalui cryptocurrency dan bank-bank kecil yang tidak memiliki pengawasan ketat. Beberapa transaksi ditemukan menggunakan teknik layering, yakni memecah dana dalam jumlah kecil ke berbagai akun agar tak terlacak. Aktivitas ini menunjukkan betapa rapi dan profesionalnya jaringan ini diatur untuk menutupi jejak finansial.
Peran Intelijen dan Koneksi Politik
Bukan hanya pebisnis, Liu diduga memiliki hubungan erat dengan beberapa elemen intelijen regional. Ia mendapatkan akses ke informasi strategis, termasuk permintaan senjata dari kelompok paramiliter yang beroperasi di Suriah dan Irak. Dalam beberapa laporan, Liu bahkan disebut pernah menghadiri pertemuan rahasia dengan petinggi militer negara-negara yang tengah berselisih di Timur Tengah.
Hubungan ini memungkinkan Liu menawarkan “paket lengkap” pengadaan senjata, pelatihan milisi, hingga pengiriman teknisi lapangan. Tidak jarang, pasukan bersenjata di zona konflik menggunakan peralatan mutakhir seperti peluncur rudal portabel dan drone intai hasil kiriman jaringan Liu. Kombinasi antara kepentingan ekonomi dan agenda politik membuat operasinya semakin sulit diberantas.
Baca Juga:
- KBRI Theran Susun Rencana Status Siaga Perlindungan WNI di Iran
- Trump Bersiap Serang Iran, Ancaman Terbesar Jika Kesepakatan Nuklir Gagal!
Korban dari Bisnis Kematian
Setiap senjata yang disalurkan Liu bukan sekadar barang dagangan, tetapi alat pembunuh yang mengubah nasib ribuan nyawa. Anak-anak, perempuan, dan warga sipil di Timur Tengah menjadi korban dalam konflik yang diperparah oleh masuknya senjata ilegal. Amnesty International mencatat peningkatan signifikan jumlah korban jiwa pasca ditemukannya senjata-senjata baru yang tidak terdaftar di gudang resmi militer setempat.
Kehadiran senjata modern dalam konflik lokal mengacaukan keseimbangan kekuatan dan memperpanjang perang saudara yang sudah berlangsung lama. Pengiriman senjata ini tidak hanya membahayakan penduduk lokal, tetapi juga memperumit upaya damai dan mediasi internasional. Liu, dengan segala kemewahannya di luar negeri, tetap berada jauh dari kekacauan yang ia ciptakan.
Upaya Penegakan Hukum
Organisasi internasional seperti Interpol dan Europol mulai bekerja sama untuk mengumpulkan bukti terhadap Liu dan jaringannya. Beberapa mitra bisnisnya sudah ditangkap di Eropa dan Timur Tengah, namun Liu sendiri masih menjadi buron. Ia diyakini bersembunyi di negara yang tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan banyak negara Barat.
Upaya penegakan hukum terhadap Liu bukan perkara mudah. Ia memiliki paspor dari tiga negara dan identitas palsu yang telah digunakan dalam berbagai transaksi. Pemerintah dari beberapa negara kini mulai menekan lembaga internasional untuk mempercepat investigasi dan menjatuhkan sanksi terhadap perusahaan-perusahaan yang terhubung dengannya.
Kesimpulan
Jejak gelap Baoxia Liu menggambarkan betapa lemahnya sistem pengawasan global terhadap perdagangan senjata ilegal. Meski telah banyak laporan dan bukti yang mengarah padanya, Liu tetap bebas melenggang di balik kekuatan modal dan koneksi internasional.
Publik internasional menanti, apakah keadilan benar-benar bisa menyentuh orang-orang seperti Liu, ataukah ia akan menjadi salah satu dari banyak dalang perang yang tak pernah tersentuh hukum. Kisah ini menjadi peringatan keras bahwa selama ada permintaan senjata dan celah hukum, akan selalu muncul tokoh-tokoh seperti Liu yang bersedia menjual kematian demi keuntungan pribadi. Dunia harus bersatu, bukan hanya dalam mengecam, tapi juga bertindak nyata untuk menghentikan kejahatan transnasional yang merusak tatanan kemanusiaan. Ikuti terus informasi berita terbaru dari kami yang terus update setiap harinya di POS VIRAL.
Informasi gambar yang kami dapatkan
- Gambar Pertama dari Kompas.com
- Gambar Kedua dari detikNews