Kasus pelecehan seksual di Lombok yang melibatkan seorang dosen menjadi sorotan publik karena modus operandi yang dipergunakan pelaku merujuk pada praktik agama.
Dosen berinisial LR yang mengajar di dua perguruan tinggi di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, diduga melakukan sodomi terhadap lebih dari 15 mahasiswa dengan memanfaatkan ritual yang dihubungkan dengan zikir zakar. Dibawah ini POS VIRAL akan membahas tentang kronoligi, modus pelaku dan dampak yang diderita para korban.
Pengungkapan Kasus
Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, Joko Jumadi, menjelaskan bahwa korban-korban dari pelaku adalah laki-laki dan tersebar di beberapa lokasi, baik di dalam kampus maupun luar kampus. “Kalau di kita ada 10 korban tapi ada tambahan lagi. Di atas 15 orang korban, laki-laki semua. Korbannya ada di kampus dan juga di luar kampus,” ungkap Joko.
Modus pelaku melibatkan penggunaan manipulasi psikologis dengan berdalih memberikan ilmu kepada korban dengan syarat tertentu, termasuk membersihkan kemaluan. Joko juga menambahkan bahwa ada penggunaan dalil yang mengatakan bahwa setiap bagian tubuh bisa berzikir, dan dari situ lahirlah ritual yang disebut zikir zakar.
Modus Pelaku Melancarkan Aksinya
Dalam melaksanakan aksinya, LR menggunakan pendekatan yang memanfaatkan kepercayaaan agama untuk mengelabui korban. Menurut Joko, pelaku mengklaim bahwa dengan mengikuti ritual tersebut, korban akan mendapatkan ilmu atau berkah tertentu. “Ada juga yang menggunakan dalil bahwa setiap bagian tubuh berzikir. Maka kemudian ada ritual zikir zakar. Itulah beberapa caranya dia,” terang Joko.
Kejadian pelecehan ini diketahui terjadi sekitar bulan Agustus hingga September 2024, dan dalam banyak hal. Tindakan LR telah menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat. Salah satu lembaga pendidikan telah mencabut status dosen pelaku, dan saat ini dia tidak lagi mengajar.
Tindak Lanjut oleh Pihak Berwenang
Polda NTB telah mengambil langkah serius untuk menangani laporan kasus pelecehan seksual ini. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat, mengungkapkan bahwa mereka akan melakukan penyelidikan lebih mendalam. “Ini akan kita lakukan penyelidikan lebih lanjut. Karena kejadiannya sekitar dua bulan yang lalu,” ujarnya dalam sebuah konferensi pers.
Pernyataan ini menegaskan bahwa pihak kepolisian tidak akan menyia-nyiakan waktu dan berkomitmen untuk mengumpulkan bukti serta memastikan bahwa semua informasi yang relevan diinvestigasi dengan tepat. Syarif juga mencatat bahwa salah satu korban yang melapor adalah mantan mahasiswa di perguruan tinggi tempat pelaku mengajar. “Hari ini kita juga walaupun ini sudah lama kasusnya, hari ini tim kita melakukan olah TKP,” tambahnya, menunjukkan keseriusan dan ketegasan pihak kepolisian dalam menanggapi situasi ini.
Dengan mengadakan olah tempat kejadian perkara (TKP). Pihak kepolisian menunjukkan bahwa mereka berupaya semaksimal mungkin untuk mengumpulkan semua bukti yang diperlukan dan membantu memberikan keadilan bagi korban. Ini adalah langkah penting dalam mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
Baca Juga: Polda Sumut Sukses Gagalkan Pengiriman 50 Kg Sabu dan Pil Ekstasi di Bandara Kualanamu
Potensi Jumlah Korban yang Terus Bertambah
Masyarakat sangat khawatir setelah kasus pelecehan ini terungkap. Dan Joko Jumadi memperkirakan bahwa jumlah korban kemungkinan bisa bertambah. ”Kemungkinan jumlah korban akan terus bertambah di atas 15 orang,” tuturnya. Hal ini menunjukkan bahwa banyak orang merasa bahwa pelaku telah beroperasi dalam waktu yang cukup lama, dan banyak orang lainnya yang mungkin merasa terancam namun belum berani melapor.
Situasi ini tentunya membuat publik gelisah dan meminta agar kasus ini segera ditangani dengan serius. Banyak yang menilai bahwa pelaku, sebagai seorang dosen, telah memanfaatkan statusnya untuk menekan dan memanipulasi para korbannya. Pengaruh akademik ini memberi pelaku kekuatan untuk membuat mahasiswa merasa junior dan tidak punya pilihan selain mengikuti kemauannya.
Dengan situasi seperti ini, siswa merasa sulit untuk melawan atau melapor karena takut akan konsekuensi atau stigma dari lingkungan sekitar. Hal ini perlu diatasi agar kejadian-kejadian serupa tidak terulang lagi di masa depan dan para korban merasa aman untuk berbicara.
Reaksi Masyarakat dan Keluarga Korban
Kasus pelecehan seksual yang melibatkan dosen di Lombok ini memicu reaksi keras dari masyarakat. Banyak orang tua dan keluarga korban merasa sangat khawatir akan keselamatan anak-anak mereka. Mereka beranggapan bahwa tindakan pelaku sudah sangat keterlaluan dan tidak bisa dibiarkan begitu saja. “Kita ingin kasus ini jadi contoh bagi yang lain agar tidak lagi ada pelecehan yang mengatasnamakan agama,” seru salah seorang anggota masyarakat.
Keresahan ini menambah tekanan untuk penegakan hukum yang lebih tegas, supaya pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya. Masyarakat juga merasa perlu ada perubahan dalam sistem pembelajaran agar tidak ada lagi oknum yang menyalahgunakan posisi mereka untuk melakukan tindakan yang merugikan. Mereka berharap, kasus ini bisa mendorong pihak-pihak berwenang untuk mengambil langkah preventif, sehingga kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
Keluarga korban menginginkan keadilan, bukan hanya untuk anak-anak mereka, tetapi juga untuk semua orang yang mungkin menjadi korban di kemudian hari. Ini adalah saat bagi masyarakat untuk bersatu dan memastikan bahwa pelaku kejahatan seperti ini mendapatkan konsekuensi yang serius atas tindakan mereka.
POSVIRAL hadir di saluran wahtsapp, silakan JOIN CHANNEL |
Masalah Legislatif dan Perlindungan Korban
Masalah legislatif terkait pelecehan seksual di Indonesia memerlukan perhatian serius. Terutama dalam konteks kasus pelecehan seksual di Lombok yang dialami oleh mahasiswa ini. Masyarakat semakin menyadari bahwa undang-undang yang ada belum sepenuhnya melindungi korban secara efektif. Banyak orang yang merasa bahwa perlindungan hukum saat ini masih lemah dan tidak memadai. Sehingga korban seringkali merasa terjebak dan bingung dalam mencari keadilan.
Dengan kondisi ini, diperlukan perbaikan dan pengetatan regulasi tentang kekerasan seksual agar bisa memberi rasa aman dan keadilan bagi para korban. Selain itu, kesadaran dan edukasi tentang hak-hak korban juga harus ditingkatkan. Baik di kalangan masyarakat umum maupun di lingkungan pendidikan. Penting bagi para korban untuk tahu bahwa mereka tidak sendiri dan ada saluran hukum serta dukungan yang bisa mereka akses.
Dengan meningkatkan sosialisasi tentang undang-undang perlindungan korban dan mekanisme pelaporan yang aman. Diharapkan korban bisa berani melapor tanpa merasa tertekan atau takut akan stigma. Ini adalah langkah penting untuk memastikan bahwa keadilan dapat ditegakkan, dan perilaku pelecehan semacam ini bisa diminimalisir atau dihilangkan dari masyarakat.
Kesimpulan
Kasus pelecehan seksual yang terjadi di Lombok ini tidak hanya menjadi sorotan karena modus operandi pelaku. Tetapi juga menyoroti perlunya perhatian yang lebih terhadap kasus-kasus yang melibatkan penyalahgunaan kekuasaan dan pengaruh. Ini adalah panggilan untuk semua pihak, terutama institusi pendidikan dan aparat hukum. Untuk bertindak tegas dan menunjukkan bahwa tidak ada tempat bagi perilaku pelecehan dalam masyarakat yang beradab.
Diperlukan lebih banyak dialog, kesadaran, dan pendidikan tentang batasan yang jelas antara ajaran agama dan manipulasi yang dilakukan oleh individu untuk keuntungan pribadi. Dengan demikian, diharapkan kejadian serupa tidak akan terulang kembali di masa depan, dan semua korban dapat memperoleh keadilan yang seharusnya.
Manfaatkan juga waktu anda untuk mengeksplorasi lebih banyak lagi informasi viral terupdate lainnya hanya di POS VIRAL.