Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, menyatakan dukung terhadap usulan Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) untuk Penghapusan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).
Usulan penghapusan SKCK ini pertama kali disampaikan oleh Kementerian HAM dengan alasan bahwa persyaratan tersebut berpotensi menghambat hak asasi warga negara. Hal ini terutama berdampak pada mantan narapidana yang kesulitan mendapatkan pekerjaan akibat adanya catatan dalam SKCK mereka
Mari simak disini POS VIRAL akan memberi informasi lengkap mengenai seputaran ketua komisi III DPR dukung usulan kementerian HAM untuk penghapusan SKCK.
Dasar Usulan Penghapusan SKCK
Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) selama ini menjadi salah satu persyaratan administratif dalam berbagai keperluan, seperti melamar pekerjaan, mengajukan visa, atau mencalonkan diri dalam jabatan publik. Namun, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mengusulkan penghapusan SKCK karena dianggap menghambat hak-hak warga negara.
Menurut Kemenkumham, persyaratan SKCK berpotensi menimbulkan diskriminasi bagi individu yang pernah memiliki catatan pidana. Akibatnya, mereka sering kali kesulitan mendapatkan pekerjaan dan akhirnya terjebak dalam lingkaran kejahatan berulang. Oleh karena itu, usulan ini diajukan untuk mendukung reintegrasi sosial bagi mantan narapidana serta memastikan hak asasi mereka tetap terlindungi.
POSVIRAL hadir di saluran wahtsapp, silakan JOIN CHANNEL |
Ayo KAWAL TIMNAS lolos PIALA DUNIA, dengan cara LIVE STREAMING GRATIS tanpa berlangganan melalui aplikasi Shotsgoal. Segera download!

Dukungan Ketua Komisi III DPR RI
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, memberikan dukungan terhadap usulan Kemenkumham ini. Ia menilai bahwa SKCK tidak lagi relevan sebagai persyaratan administratif dalam berbagai proses seleksi. Menurutnya, pencantuman riwayat pidana dalam SKCK dapat menjadi penghalang bagi individu yang ingin memperbaiki hidupnya setelah menjalani hukuman.
Habiburokhman juga menyoroti bahwa keberadaan SKCK tidak memiliki manfaat yang signifikan bagi masyarakat secara luas. Ia menegaskan bahwa pemerintah perlu mencari solusi yang lebih adil dan manusiawi. Dalam menilai rekam jejak seseorang tanpa harus mencantumkan catatan pidana dalam dokumen administratif.
Baca Juga:
Alasan Penghapusan SKCK
Ada beberapa alasan yang mendasari usulan penghapusan SKCK, antara lain:
- Mengurangi diskriminasi terhadap mantan narapidana: Banyak perusahaan yang menolak pelamar kerja hanya karena memiliki catatan pidana, meskipun mereka sudah menjalani hukuman dan ingin berubah.
- Tidak efektif dalam menilai karakter seseorang: SKCK hanya mencantumkan rekam jejak hukum seseorang, tetapi tidak menunjukkan perubahan perilaku atau rehabilitasi yang telah dilakukan.
- Proses administratif yang membebani masyarakat: Pengurusan SKCK membutuhkan biaya dan waktu yang bisa menjadi hambatan, terutama bagi mereka yang berada di daerah terpencil.
- Kontribusi kecil terhadap penerimaan negara: Dari segi penerimaan negara, biaya pembuatan SKCK tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Pro dan Kontra di Masyarakat
Usulan penghapusan SKCK menimbulkan berbagai tanggapan dari masyarakat. Pihak yang mendukung berpendapat bahwa langkah ini akan memberikan kesempatan kedua bagi mantan narapidana untuk kembali ke masyarakat tanpa diskriminasi. Selain itu, mereka menilai bahwa evaluasi terhadap seseorang seharusnya dilakukan melalui wawancara dan pengamatan langsung. Bukan hanya berdasarkan catatan hukum di atas kertas.
Namun, ada pula pihak yang menentang penghapusan SKCK. Mereka berpendapat bahwa SKCK tetap diperlukan sebagai alat penyaringan bagi individu yang akan bekerja di sektor-sektor tertentu, seperti pendidikan, keamanan, dan pelayanan publik. Selain itu, keberadaan SKCK dianggap penting untuk memastikan transparansi dalam rekrutmen dan seleksi pekerja di berbagai bidang.
Implikasi Penghapusan SKCK
Jika SKCK benar-benar dihapus, perlu ada sistem alternatif yang dapat menggantikan fungsinya dalam menilai rekam jejak seseorang. Salah satu alternatif yang bisa dipertimbangkan adalah sistem penilaian berbasis kompetensi dan referensi dari lembaga rehabilitasi atau tempat kerja sebelumnya.
Selain itu, pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan ini tidak menimbulkan risiko bagi keamanan dan ketertiban masyarakat. Diperlukan regulasi yang jelas agar perusahaan tetap dapat menilai calon pekerja secara adil. Tanpa harus mendiskriminasi mereka yang memiliki latar belakang hukum.
Dengan adanya perdebatan ini, penting bagi pemerintah dan DPR untuk mempertimbangkan semua aspek sebelum mengambil keputusan akhir. Penghapusan SKCK harus dilakukan dengan kajian mendalam agar tetap menjaga keseimbangan. Antara hak individu dan kebutuhan akan transparansi serta keamanan dalam masyarakat.
Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca informasi ini. Semoga informasi yang diberikan bermanfaat. Jangan ragu datang kembali untuk mengetahui lebih banyak lagi informasi viral yang ada di POS VIRAL.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari Liputan6.com
- Gambar Kedua dari HukumOnline.com