Aksi demi konten di media sosial kembali berujung tragedi ketika dua siswa SMA di Tegal nekat terjun dari jembatan dan hanyut tragis di bawa arus sungai yang deras.
Peristiwa ini memicu keprihatinan masyarakat luas, terutama soal batasan “ekstrem” dalam membuat konten demi viral. Tanpa persiapan atau pertimbangan keselamatan, mereka justru terjebak dalam risiko maut. Kisah ini menjadi refleksi penting di balik popularitas daring, bahaya nyata bisa menghantui siapa saja.
Di bawah ini POS VIRAL akan membahas kronologi, penyebab, dan dampak tragis dari dua siswa SMA di Tegal yang hanyut saat membuat konten viral.
Kronologi Aksi Terjun Dari Jembatan
Menurut laporan media lokal, peristiwa terjadi pada Kamis sore (16 Oktober 2025) di Sungai Gung, Desa Kaligayam, Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal. Kedua siswa tampak melompat dari atas jembatan sekitar 6 meter. Awalnya mereka sempat berenang di alur sungai di bawah jembatan, namun arus deras membuat usaha mereka tersendat.
Dalam video berdurasi singkat yang tersebar, terlihat mereka berteriak meminta bantuan kepada teman yang merekam dari atas namun teman tersebut tak mampu menolong karena tak bisa berenang.
Upaya penyelamatan pun dilakukan tim SAR gabungan, termasuk Basarnas, BPBD, PMI, TNI, Polri, dan relawan, menyisir sungai sejauh radius satu kilometer. Namun hingga malam hari pencarian belum membuahkan hasil.
Identitas Korban dan Reaksi Masyarakat
Dari data resmi, nama kedua siswa itu adalah Septian Wahyu Ramadhani (16 tahun) warga Kelurahan Tegalsari, Tegal Barat, dan Nata Qolbi Hidayat (17 tahun) warga Kelurahan Panggung, Tegal Timur.
Masyarakat setempat heboh, terutama setelah video aksi mereka viral di media sosial dan grup WhatsApp. Banyak pengguna net menyayangkan langkah nekat itu dan mempertanyakan kebiasaan generasi muda dalam “memburu konten ekstrem” demi ketenaran daring.
Beberapa pihak menyerukan agar orang tua, guru, dan sekolah lebih intens mengawasi dan memberi edukasi terkait pembuatan konten, terutama yang melibatkan risiko tinggi.
POSVIRAL hadir di saluran whatsapp, silakan JOIN CHANNEL |
Ayo KAWAL TIMNAS lolos PIALA DUNIA, dengan cara LIVE STREAMING GRATIS tanpa berlangganan melalui aplikasi Shotsgoal. Segera download!

Upaya dan Kendala Pencarian
Begitu berita merebak, instansi penyelamatan segera diturunkan ke lokasi. Penyelaman dan penyisiran dilakukan untuk melacak keberadaan korban di alur sungai. Namun, arus deras dan keruhnya air menjadi kendala besar. Radius pencarian yang luas juga memperlambat proses evakuasi.
Koordinator Siaga Basarnas Pemalang menyatakan tim menyisir area sekitar satu kilometer dari titik lompatan sebagai zona prioritas. Hingga berita ini ditulis, kedua siswa belum ditemukan. Pencarian masih berlangsung meski malam menjelang, dengan harapan pertolongan datang tepat waktu.
Baca Juga: Viral di Tangsel, 3 Pria Diduga Diculik dan Disiksa Usai Transaksi Mobil
Bahaya “Konten Viral” yang Melewati Batas
Kejadian tragis ini bukan sekadar soal kecelakaan melainkan produk dari budaya konten daring yang sering mendorong batas. Banyak remaja hari ini meremehkan risiko demi mendapatkan view, like, atau respons sosial. Konten ekstrem atau tantangan berbahaya (challenge) telah beberapa kali memicu insiden. Tekanan untuk “viral” kadang membuat mereka lupa keselamatan diri sendiri.
Media sosial sering memberi insentif terselubung bahwa keberanian ekstrem = perhatian tinggi. Akibatnya, beberapa remaja tergoda melakukan aksi fisik di luar batas aman. Jika tidak dibarengi literasi digital dan pengertian risiko, tren semacam ini bisa menjerumuskan generasi muda ke dalam tragedi yang bisa dihindari.
Pelajaran Penting dan Rekomendasi Tindakan Preventif
Kasus ini menyimpan beberapa poin penting yang perlu direnungkan agar tragedi serupa tak terulang:
- Edukasi literasi digital dan risiko: Sekolah dan orang tua harus mengajarkan bahwa “viral” bukan satu-satunya nilai. Penting pula mengenali batas aman dalam membuat konten dan tidak menempatkan diri dalam keadaan berbahaya.
- Penerapan regulasi konten ekstrem: Platform media sosial dan institusi pendidikan bisa bekerja sama memfilter atau memberi peringatan terhadap konten yang mengandung unsur risiko tinggi.
- Pengawasan dan pendampingan: Remaja yang tertarik membuat konten harus didampingi, terutama saat mencoba ide baru yang melibatkan fisik atau lokasi berbahaya.
- Kesadaran akan konsekuensi nyata: Viral bukan jaminan tanpa risiko. Ingatlah, satu kesalahan bisa berakibat hilangnya nyawa atau kerugian besar lainnya.
- Respons cepat dan kesiapsiagaan SAR lokal: Daerah dengan sungai, jembatan, atau arus air deras perlu memiliki sistem tanggap cepat dan sarana evakuasi di daerah rawan.
Kesimpulan
Kreasi konten viral tidak boleh mengabaikan satu hal paling dasar: kehidupan dan keselamatan. Insiden di Tegal ini menjadi pengingat tajam bahwa popularitas daring tanpa pertimbangan bisa berakhir tragis. Kita semua remaja, orang tua, guru, media sosial memiliki peran untuk menciptakan ekosistem konten yang pintar, tidak nekat.
Semoga korban dapat segera ditemukan dan masyarakat semakin waspada terhadap risiko di balik layar viral. Simak dan ikuti terus jangan sampai ketinggalan informasi terlengkap mengenai berita-berita viral lainnya hanya di seputaran POS VIRAL.