Tuesday, December 24POS VIRAL
Shadow

Pencopotan Wakapolsek di Ambon, Tindak Lanjut Penganiayaan Sopir Anggota Dewan

Pencopotan Wakapolsek di Ambon, Ipda Aditya Rahmanda, resmi dicopot dari jabatannya setelah terlibat dalam kasus penganiayaan yang melibatkan tiga anggota polisi dan seorang sopir anggota DPRD Maluku dari fraksi Golkar, Rizal Taufik Serang.

Pencopotan Wakapolsek di Ambon, Tindak Lanjut Penganiayaan Sopir Anggota Dewan

Kasus ini menjadi perhatian publik dan menimbulkan aksi protes dari sejumlah organisasi kemahasiswaan di Ambon. Tindakan Pencopotan Wakapolsek di Ambon ini diambil dalam rangka menciptakan situasi yang kondusif di masyarakat menyusul adanya aksi demonstrasi yang menuntut keadilan.

Kapolresta Ambon dan Pulau-pulau Lease, Kombes Pol Driyano Andry Ibrahim, mengkonfirmasi keputusan Pencopotan Wakapolsek di Ambon tersebut. “Untuk informasi Wakapolsek KPYS kita sudah tarik ke Polresta untuk kita copot jabatannya, jabatannya pama di Polresta,” ungkapnya saat menemui massa aksi yang menggelar demonstrasi di Gedung Polda Maluku pada Senin, 23 Desember. Pihak kepolisian berkomitmen untuk menindaklanjuti insiden ini dengan serius, agar tidak menciptakan ketidakpuasan di masyarakat.

Kronologi Penganiayaan Sopir

Penganiayaan yang dialami Rizal Taufik Serang terjadi pada Jumat, 22 Desember 2024, di Jalan Sam Ratulangi, Kota Ambon. Saat itu, Bripka Edy Walli, salah satu anggota Polsek KPYS, mengalami kemarahan yang berlebihan. Ia memaki dan memukul kap mobil Rizal, yang dituduh menabraknya saat sedang mengatur lalu lintas. Kejadian tersebut kemudian viral di media sosial, membuat banyak orang mengecam tindakan yang tidak profesional dari pihak kepolisian.

Bripka Edy Walli tidak hanya menghina, tetapi juga mencabut kunci mobil dan menarik Rizal keluar dari dalam mobilnya dengan cara kasar. “Apakah kamu berani berhenti atau tidak?” teriak Edy dengan nada tinggi. Keadaan semakin memanas ketika rekan Edy, Aipda Tortet, ikut terlibat dan membanting Rizal hingga tersungkur ke aspal. Tidak berhenti sampai di situ, Bripka Sukram Dewa, anggota lainnya, datang dan memborgol Rizal, meskipun Rizal sempat memberikan perlawanan.

POSVIRAL hadir di saluran wahtsapp, silakan JOIN CHANNEL

Tuntutan Dari Masyarakat dan Demonstrasi

Menyusul insiden penganiayaan ini, berbagai organisasi kemahasiswaan di Ambon, seperti PMII, GP Ansor, HMI, IMM, dan GMNI, melakukan aksi unjuk rasa pada Senin, 23 Desember. Mereka mengepung Gedung Polda Maluku untuk menuntut Pencopotan Wakapolsek di Ambon AKP Aditya Bambang dan Wakapolsek Ipda Aditya Rahmanda dari jabatannya. Demonstrasi ini menunjukkan bahwa masyarakat tidak tinggal diam terhadap tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian.

“Masyarakat harus tahu bahwa polisi seharusnya melindungi kami, bukan malah menganiaya!” teriak Mashuri Maswatu, Koordinator Wilayah GP Ansor Indonesia Timur, dari atas mobil komando dalam aksi tersebut. Ia mengecam keras tindakan Wakapolsek KPYS Ipda Aditya yang terlibat dalam penahanan Rizal. Mashuri menjelaskan, “Ipda Aditya sempat menahan Rizal Taufik Serang dengan kondisi tangan terborgol dan meminta anak buahnya untuk memotret kondisi Rizal agar masyarakat mengenalnya secara luas.”

Respons Kapolresta dan Langkah Selanjutnya

Kombes Pol Driyano Andry Ibrahim, selaku Kapolresta Ambon, menyatakan komitmennya untuk menjaga keamanan masyarakat, terutama menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru.​ Ia menekankan pentingnya tindakan tegas terhadap anggotanya yang melanggar aturan, terutama dalam kasus penganiayaan yang baru-baru ini terjadi. Driyano bilang, “Kami sedang mencari cara untuk memastikan keamanan, tapi tindakan penganiayaan dari anak buah kami jelas tidak bisa ditolerir.”

Dengan pernyataan ini, ia berupaya untuk menunjukkan bahwa kepolisian tidak hanya bertugas untuk menegakkan hukum, tetapi juga harus memberikan contoh yang baik bagi masyarakat. Driyano juga menggarisbawahi bahwa proses evaluasi terhadap Kapolsek KPYS akan dilakukan, meskipun tidak ada sanksi langsung untuk dirinya.

“Kami tetap akan mengevaluasi kinerjanya agar insiden seperti ini tidak terulang lagi di kemudian hari,” tegasnya. Dia berharap dengan adanya langkah-langkah ini, mereka bisa membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian. Melalui komunikasi yang terbuka, Driyano mengajak masyarakat untuk melapor jika menemukan anggota polisi yang berperilaku tidak etis, sehingga mereka bisa memperbaiki diri dan memberikan pelayanan yang lebih baik.

Baca Juga: Casting Bodong Dengan Iming-Iming Sebagai Model Berujung Jadi Pornografi

Penanganan Terhadap Tiga Anggota Polisi

Penanganan Terhadap Tiga Anggota Polisi

Setelah kasus ini terungkap, tiga anggota Polsek KPYS yang terlibat. Yaitu Bripka Edy Walli, Aipda Tortet, dan Bripka Sukram Dewa, telah diamankan oleh Propam Polresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease. Penangkapan ini merupakan langkah cepat yang diambil oleh pihak kepolisian untuk menunjukkan bahwa mereka serius dalam menangani kasus penganiayaan ini.

Dari laporan yang diterima, tindakan ketiga anggota polisi ini bukan hanya sebagai pelanggaran disiplin, melainkan juga dapat dikenakan sanksi hukum. Kombes Driyano menjelaskan, “Kami tidak akan ragu untuk bertindak tegas terhadap mereka yang melanggar aturan.” Pihak kepolisian berharap tindakan ini dapat memberikan efek jera dan meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada polisi.

Dampak Penganiayaan Terhadap Kepercayaan Publik

Kasus penganiayaan ini berpotensi besar merusak citra kepolisian di mata masyarakat. Banyak orang merasa khawatir ketika melihat aparat kepolisian yang seharusnya melindungi mereka malah bertindak sebaliknya. Kepolisian perlu mengambil langkah proaktif untuk memperbaiki keadaan dan memulihkan kepercayaan publik.

Demonstrasi yang dilakukan oleh organisasi kemahasiswaan adalah bentuk ketidakpuasan masyarakat terhadap penegakan hukum. “Kami mau polisi jadi pelindung, bukan penyerang,” kata salah satu mahasiswa dalam aksi unjuk rasa tersebut. Pihak kepolisian perlu menunjukkan bahwa mereka mendengarkan suara masyarakat dan berkomitmen untuk memperbaiki kinerja mereka agar tindakan serupa tidak terulang lagi di masa depan.

Komunikasi dan Transparansi Penting

Dalam situasi seperti ini, komunikasi dan transparansi antara kepolisian dan masyarakat sangat penting. Kepolisian perlu memberi penjelasan yang jelas mengenai langkah-langkah yang akan diambil setelah insiden ini. Selain itu, penting bagi polisi untuk mendengarkan aspirasi masyarakat dan berupaya menjalin hubungan yang lebih baik.

Kombes Driyano juga mengimbau kepada masyarakat untuk melapor jika ada tindakan tidak sesuai yang dilakukan oleh anggotanya. “Kami terbuka untuk menerima laporan dari masyarakat. Jangan ragu untuk melapor jika ada tindakan polisi yang bertentangan dengan etika,” ujarnya. Langkah ini diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk berani bersuara dan terlibat dalam upaya memberantas tindakan melanggar hukum dalam institusi kepolisian.

Kesimpulan

Kasus penganiayaan sopir anggota DPRD Maluku oleh anggota kepolisian telah menimbulkan dampak signifikan, baik bagi individu yang terlibat maupun bagi institusi kepolisian itu sendiri. ​Pencopotan Wakapolsek di Ambon dan evaluasi terhadap Kapolsek menunjukkan bahwa pihak kepolisian serius dalam menanggapi masalah ini.​ Namun, tantangan masih ada, terutama dalam membangun kembali kepercayaan masyarakat.

Dengan adanya demonstrasi dan tuntutan dari organisasi kemahasiswaan. Diharapkan kepolisian dapat melakukan reformasi yang diperlukan untuk menciptakan situasi yang lebih baik di masa depan. Langkah proaktif, transparansi, dan komunikasi yang baik antara kepolisian dan masyarakat sangat penting agar kekerasan oleh aparat kepolisian tidak kembali terjadi.

Bagi masyarakat, ini adalah kesempatan untuk bersuara dan terlibat dalam penegakan hukum yang lebih baik. Manfaatkan juga waktu anda untuk mengeksplorasi lebih banyak lagi informasi viral terupdate lainnya hanya di POS VIRAL.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Home
Channel
Search