Tuesday, November 18POS VIRAL
Shadow

Viral! DPRD Dibuat Malu Karena Tidak Bisa Membaca UUD Jadi Sorotan

​​Wakil Ketua DPRD Pasangkayu, Hariman Ibrahim, menjadi sorotan publik setelah video yang menunjukkan dirinya kesulitan membaca teks UUD 1945 viral di media sosial​.

Viral! DPRD Dibuat Malu Karena Tidak Bisa Membaca UUD Jadi Sorotan

​Kejadian ini memicu beragam reaksi, dari kritik hingga pembelaan, dan menyoroti pentingnya kemampuan dasar bagi pejabat publik. Dibawah ini anda bisa melihat berbagai informasi menarik lainnya seputaran POS VIRAL.

tebak skor hadiah pulsabanner-free-jersey-timnas

Awal Kejadian

Pada tanggal 1 Oktober 2025, di halaman Kantor Bupati Pasangkayu provinsi Sulawesi Barat digelar upacara Hari Kesaktian Pancasila. Ketua DPRD setempat dikabarkan tidak hadir sehingga wakil ketua DPRD, Hariman Ibrahim dari Partai NasDem, diminta menggantikan untuk membacakan Pembukaan UUD 1945.

Di momen itulah terjadi “kejutan pertama”: sang wakil ketua tampak kesulitan membaca teks. Kelopak mata sesekali menutup, mulut tersendat, hingga terdengar orang di sampingnya membisikkan kata per kata agar pembacaan bisa terus berjalan.

Dalam video yang viral, ekspresi peserta upacara pun merefleksikan kejadian ada yang melongo tak percaya, ada yang menahan senyum. Beberapa tampak mengalihkan pandangan atau tergoda merekam dengan ponsel.

POSVIRAL hadir di saluran whatsapp, silakan JOIN CHANNEL

Ayo KAWAL TIMNAS lolos PIALA DUNIA, dengan cara LIVE STREAMING GRATIS tanpa berlangganan melalui aplikasi Shotsgoal. Segera download!

aplikasi nonton bola shotsgoal apk

Kritik Terhadap Kualitas Pejabat

Kejadian ini menjadi sorotan tajam publik bukan sekadar karena wakil rakyat tampak “malu”, tetapi juga karena dari sudut simbolik, parlemen (melalui DPRD) seharusnya menjadi representasi rakyat yang terdidik, kompeten, dan memahami dasar negara. Bila seseorang dari legislatif berhadapan dengan teks konstitusi sekalipun kesulitan, citra kredibilitas lembaga bisa terganggu.

Selain itu, upacara kenegaraan seperti Hari Kesaktian Pancasila adalah momen simbolis, di mana setiap partisipan dipandang harus menunjukkan rasa hormat terhadap lambang negara. Kesulitan membaca teks dasar negara pada momentum seperti itu dianggap “blunder” besar oleh sebagian masyarakat.

Kritikus menyebut bahwa peristiwa ini bukan hanya kesalahan individu. Tetapi mencerminkan kondisi kapasitas atau persiapan pejabat publik dalam memahami dasar konstitusi.

Bagi publik yang menaruh harapan tinggi agar wakil rakyat “melek konstitusi”, kesan bahwa mereka tidak menguasai bahkan teks dasar bisa memicu kekecewaan.

Baca Juga: Anggota DPRD Gorontalo Diduga Mabuk dan Rencanakan Rampok Uang Negara

Alasan di Balik Kesulitan Membaca

Alasan di Balik Kesulitan Membaca

Setelah video menyebar, muncul pernyataan yang jadi “kejutan ketiga.” Wakil DPRD setempat menjelaskan bahwa Hariman lupa membawa kacamata pada saat pembacaan.

Karena usia yang tidak lagi muda, penglihatan dia memang memerlukan alat bantu agar teks bisa terbaca dengan jelas. Ketika alat itu tak tersedia, kejadian seperti kegagapan pun dianggap sebagai konsekuensi alami.

Lebih lanjut, anggota DPRD yang juga Ketua Fraksi NasDem menuturkan bahwa teks UUD 1945 yang disediakan bukanlah dalam ukuran besar atau font mudah dibaca. Jika diberi teks dengan huruf diperbesar, maka kemungkinan kegagapan itu bisa diminimalisir.

Dalam logika sederhana, jika petugas membaca pidato biasa saja membawa kaca pembesar atau catatan dengan font besar. Mengapa naskah UUD tidak disesuaikan agar setiap pembaca siap pakai?

Pelajaran Setelah Viral

Kejutan kelima muncul dalam refleksi pascakejadian. Beberapa pihak mulai mengangkat ide bahwa anggota DPRD harus mendapatkan pelatihan rutin terkait protokoler kenegaraan, termasuk simulasi pembacaan teks negara.

Pelatihan tersebut bukan sekadar teknis suara atau gaya pidato. Tetapi juga pemahaman isi teks UUD agar ketika membacanya tak sekadar “baca” semata, melainkan dengan kesadaran isi dan makna.

Selain itu, sejumlah usulan muncul agar naskah kenegaraan yang akan dibacakan disiapkan dalam berbagai format (ukuran font besar, format yang mudah dibaca, versi audio latihan) agar para petugas bisa memilih format yang paling sesuai.

Dari sisi publik, insiden ini menjadi bahan refleksi kolektif betapa lembaga publik seharusnya dijaga martabatnya, dan bahwa pejabat publik tidak boleh dijadikan “bintang viral” karena kesalahan dasar. Publik juga makin kritis dalam menilai kualitas wakil rakyat bukan hanya dari retorikanya. Tetapi dari kedalaman pemahaman dasar negara.

Terima kasih atas waktunya, semoga informasi ini bisa membantu Anda dan siap menghadapi situasi apa pun, kunjungi kami lagi untuk terus mendapatkan kabar viral dan update terkini lainnya di POS VIRAL.


Sumber Informasi Gambar:

  • Gambar Pertama dari detik.com
  • Gambar Kedua dari democrazy.id
Tele Grup
Channel WA
Grup FB
Search