Kasus dugaan penganiayaan terhadap santri bernama KDR (23), asal Kalimantan, di Ponpes Ora Aji yang terlibat diasuh oleh Miftah Maulana Habiburrahman atau yang akrab disapa Gus Miftah, tengah menjadi buah bibir masyarakat.
Kejadian tersebut mengundang perhatian luas setelah beredar kabar tindakan penganiayaan yang dilakukan secara brutal di lingkungan pondok pesantren tersebut. Berbagai pihak pun merespons, termasuk Gus Miftah yang akhirnya menyampaikan permohonan maaf atas kejadian ini meski dirinya sedang menunaikan ibadah umrah saat peristiwa berlangsung.
Permintaan Maaf dari Gus Miftah
Melalui kuasa hukum yayasan, Adi Susanto, Gus Miftah meminta maaf atas insiden yang terjadi. Ia menyatakan bahwa kejadian ini merupakan musibah yang sangat berat bagi dirinya dan seluruh pihak pondok pesantren. “Musibah ini adalah pukulan bagi kami terutama atas nama pondok pesantren,” ujar Adi saat ditemui di Ponpes Ora Aji, Kalasan, Sleman pada Sabtu (31/5/2025).
Permintaan maaf ini menjadi langkah awal pondok untuk menunjukkan sikap bertanggung jawab meski bukan berarti Gus Miftah hadir langsung ketika peristiwa terjadi.
Gus Miftah Tidak Hadir Saat Kejadian
Adi Susanto, kuasa hukum yayasan Pondok Pesantren Ora Aji, menjelaskan bahwa Gus Miftah tidak mengetahui secara langsung kejadian dugaan penganiayaan yang terjadi di lingkungan pondok pesantren. Hal ini karena saat insiden berlangsung, Gus Miftah sedang menunaikan ibadah umrah di luar negeri. Oleh sebab itu, beliau tidak berada di lokasi dan tidak menyaksikan secara langsung apa yang terjadi antara para santri.
Dalam keterangan yang disampaikan, Adi menegaskan, “Mohon izin saat peristiwa terjadi, Abah sedang umrah. Jadi, Abah (Miftah) sedang tidak ada di pondok.” Pernyataan ini memberikan kejelasan bahwa Gus Miftah tidak memiliki keterlibatan fisik atau langsung dalam peristiwa tersebut. Dengan demikian, segala tindakan yang terjadi selama kejadian berlangsung bukan merupakan tindakan yang disponsori atau dilakukan oleh Gus Miftah secara pribadi.
Peran Ponpes Sebagai Fasilitator Penyelesaian
Kuasa hukum yayasan, Adi Susanto, menegaskan bahwa peran Pondok Pesantren Ora Aji dalam kasus konflik antar santri ini lebih bersifat sebagai fasilitator. Ponpes berusaha membantu para santri yang terlibat perselisihan untuk menyelesaikan masalah secara kekeluargaan dan damai tanpa melibatkan tindakan hukum yang keras. Adi menjelaskan, “Sampai hari ini kapasitas pondok hanya menjadi fasilitator antara santri dengan santri.”
Lebih lanjut, Adi menegaskan bahwa peristiwa yang terjadi adalah murni konflik antar santri tanpa adanya campur tangan atau keterlibatan langsung dari pengurus ponpes. “Maka yang perlu diketahui adalah peristiwa ini murni antara santri dan santri saja tanpa campur tangan pengurus,” ujarnya.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa para pengurus pondok pesantren tidak mengambil bagian dalam tindakan tersebut dan fokus mereka adalah menengahi serta membantu menyelesaikan konflik yang muncul agar suasana pondok tetap kondusif.
Baca Juga:
Tuduhan dan Pengakuan Santri Korban
KDR, seorang santri berusia 23 tahun asal Kalimantan. Ia mengaku mengalami penganiayaan di Pondok Pesantren Ora Aji setelah dituduh mengambil uang hasil penjualan galon air mineral senilai Rp 700 ribu tanpa izin. Tuduhan ini kemudian memicu tindakan kekerasan yang dilakukan oleh sejumlah rekan sesama santri atas dugaan pencurian tersebut.
Peristiwa ini melibatkan pemukulan menggunakan selang air dan penyetruman dengan aki. Ini yang memicu perhatian dan keprihatinan luas dari masyarakat dan pihak berwenang. Namun, kuasa hukum yayasan Ponpes Ora Aji, Adi Susanto, dengan tegas membantah bahwa insiden ini merupakan penganiayaan terencana atau terorganisir oleh pihak pengurus pondok pesantren.
Menurut Adi, tindakan yang terjadi hanyalah spontanitas dari para santri sebagai bentuk solidaritas dan teguran moral terhadap santri yang diduga melakukan pencurian. Tanpa adanya koordinasi atau intervensi dari pengurus ponpes. Ia menegaskan bahwa kejadian ini murni dinamika antar santri dan bukan merupakan praktek kekerasan yang disengaja oleh lembaga ponpes.
Bantahan Terhadap Narasi Penganiayaan
Adi Susanto, kuasa hukum yayasan Pondok Pesantren Ora Aji. Ia dengan tegas membantah narasi penganiayaan brutal yang selama ini berkembang di media massa terkait insiden di ponpes tersebut. Ia menjelaskan bahwa dugaan penganiayaan yang dilaporkan bukanlah tindakan terencana atau terorganisir oleh pengurus pondok.
Menurutnya, kejadian yang terjadi merupakan aksi spontanitas antar santri yang muncul tanpa adanya koordinasi atau campur tangan dari pihak yayasan maupun pengurus ponpes. Dalam pandangannya, sanggahan ini penting agar publik tidak salah paham dan menilai bahwa pondok mendukung atau mengizinkan tindakan kekerasan.
Lebih lanjut, Adi menegaskan bahwa pihak yayasan berkomitmen menjaga ketertiban dan keharmonisan di lingkungan pondok pesantren. Ia menyebut bahwa insiden tersebut murni terjadi antara sesama santri sebagai reaksi spontan atas persoalan yang sedang berlangsung, bukan sebagai bentuk penganiayaan yang berencana.
“Kami pastikan atas nama yayasan menyanggah soal adanya penganiayaan ini. Yang terjadi adalah aksi spontanitas antar santri tanpa ada koordinasi,” tegas Adi. Dengan pernyataan ini, yayasan ingin meluruskan berita yang berlebihan dan dramatis. Serta menunjukkan bahwa semangat pondok adalah mendidik dan membina santri secara baik tanpa adanya praktik kekerasan terstruktur.
Pengusutan dan Tersangka dalam Kasus ini
Dalam rangka penanganan dugaan Miftah terlibat kasus penganiayaan yang terjadi di Ponpes Ora Aji. Kepolisian telah menetapkan sebanyak 13 santri sebagai tersangka. Keputusan ini diambil berdasarkan laporan yang diajukan oleh pihak korban mengenai kasus penganiayaan yang dialami santri bernama KDR.
Meskipun jumlah tersangka cukup banyak, pihak kepolisian tidak melakukan penahanan terhadap para santri tersebut. Setelah ada permohonan dari pihak pondok pesantren, dengan alasan mempertimbangkan kondisi dan konteks yang terjadi di lingkungan pesantren. Di antara para tersangka, empat orang bahkan tercatat masih berstatus di bawah umur. Sehingga penanganan kasus ini juga memperhatikan aspek perlindungan anak sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Kuasa hukum yayasan ponpes, Adi Susanto, menyatakan bahwa dirinya tidak hanya mewakili yayasan. Namun juga turut mendampingi seluruh 13 santri yang menjadi tersangka dalam proses hukum ini. Dalam kapasitasnya sebagai pendamping hukum. Adi menegaskan komitmennya untuk memastikan bahwa proses hukum berjalan dengan adil dan transparan bagi semua pihak yang terlibat.
Ia menegaskan perannya sebagai fasilitator hukum yang bertanggung jawab menjaga kepentingan dan hak para santri selama mekanisme penyidikan dan proses hukum berlangsung.
Kesimpulan
Ponpes Ora Aji dan Gus Miftah terlibat kasus penganiayaan kini berkomitmen untuk terus menjalankan peran sebagai fasilitator. Dalam penyelesaian masalah ini secara kekeluargaan dan mengedepankan musyawarah. Kejadian ini menjadi pembelajaran penting untuk semua pihak agar kejadian serupa tidak terjadi lagi dan suasana pondok tetap kondusif serta penuh suasana kekeluargaan.
Masyarakat diharapkan memberikan dukungan supaya proses hukum dan penyelesaian berjalan adil dan transparan. Manfaatkan juga waktu anda untuk mengeksplorasi lebih banyak lagi tentang semua informasi lainnya hanya di POS VIRAL.
Sumber Informasi Gambar:
1. Gambar Pertama dari orasi.id
2. Gambar Kedua dari yogyakarta.kompas.com