Kasus 13 Anak Dibawah Umur Jadi Korban Sodomi yang melibatkan imam masjid di Garut menjadi perhatian serius masyarakat dan aparat hukum.
13 anak laki-laki di bawah umur ini melaporkan diri mereka sendiri dimana mereka menjadi korban dalam kasus yang tidak bermoral ini. Dibawah ini POS VIRAL akan yang mengulas kejadian tersebut secara lebih rinci dan komprehensif.
Kronologi Kasus Dugaan Sodomi di Garut
Peristiwa ini terungkap pada akhir Mei 2025 setelah sejumlah orang tua korban mendengar cerita dari anak-anak mereka dan melaporkan kejadian tersebut ke pihak kepolisian. Imam masjid berinisial IY (53) langsung ditangkap tanpa perlawanan di rumahnya yang terletak di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut. Polisi mencatat, 13 anak laki-laki di bawah umur menjadi korban dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh IY sejak tahun 2024.
Profil Pelaku dan Modus Operandi
Pelaku dalam kasus ini adalah seorang imam masjid yang memanfaatkan posisinya sebagai tokoh agama dan guru ngaji untuk mendekati anak-anak di lingkungan sekitarnya. Dengan kedudukannya yang dipercaya masyarakat, pelaku berhasil mendapatkan akses mudah kepada korban yang mayoritas berusia antara 10 hingga 15 tahun. Kepercayaan ini digunakan pelaku sebagai sarana untuk melancarkan aksi bejatnya tanpa kecurigaan dari lingkungan sekitar.
Untuk meyakinkan dan memanipulasi korban agar mau mengikuti keinginannya, pelaku memberikan iming-iming berupa uang kepada anak-anak tersebut. Tindakan ini tidak hanya menunjukkan modus operandi yang licik. Tetapi juga menggambarkan betapa pelaku memanfaatkan kebutuhan dan ketergantungan korban secara psikologis dan materil.
Eksploitasi semacam ini semakin memperburuk dampak traumatis yang dialami para korban, mengingat usia mereka yang masih sangat rentan terhadap pengaruh negatif.
POSVIRAL hadir di saluran whatsapp, silakan JOIN CHANNEL |
Ayo KAWAL TIMNAS lolos PIALA DUNIA, dengan cara LIVE STREAMING GRATIS tanpa berlangganan melalui aplikasi Shotsgoal. Segera download!

Proses Penyelidikan dan Pemeriksaan Korban
Kasat Reskrim Polres Garut, AKP Joko Prihatin, mengatakan bahwa pihak kepolisian telah memeriksa ke-13 korban secara menyeluruh untuk mendapatkan keterangan yang dibutuhkan dalam penyidikan. Proses ini dilakukan dengan hati-hati dan penuh perhatian guna menjaga psikologis para korban yang masih anak-anak. Keterangan para korban menjadi dasar penguat dalam proses hukum yang dijalankan terhadap pelaku.
Dampak Psikologis bagi Korban Anak-Anak
Kasus ini tidak hanya meninggalkan luka fisik, tetapi juga trauma psikologis yang mendalam bagi korban. Anak-anak yang menjadi korban pelecehan seksual berpotensi mengalami gangguan mental dan emosional yang berkepanjangan. Oleh karena itu, selain penegakan hukum terhadap pelaku, pemulihan psikologis menjadi salah satu fokus utama sebagai upaya penyembuhan.
Upaya Pemulihan Psikologis
Polres Garut telah mengambil langkah konkret dengan menjalin koordinasi erat bersama Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kabupaten Garut guna menyediakan pendampingan khusus bagi para korban. Pendampingan ini dirancang untuk memastikan setiap anak mendapatkan perhatian dan dukungan psikologis yang layak. Mengingat trauma yang dialami dapat sangat mendalam dan berdampak pada berbagai aspek kehidupan mereka.
Melalui kerja sama ini, korban tidak hanya mendapatkan perlindungan hukum. Tetapi juga akses ke layanan terapi yang terfokus pada proses pemulihan mental dan emosional secara bertahap. Terapi yang diberikan meliputi bimbingan psikologis intensif yang bertujuan untuk membantu anak-anak memproses pengalaman traumatis mereka, mengurangi rasa takut, dan membangun kembali rasa percaya diri.
Pendekatan ini sangat penting untuk mencegah dampak negatif jangka panjang, seperti gangguan kejiwaan yang bisa muncul akibat trauma yang tidak tertangani dengan baik. Selain itu, terapi juga difokuskan pada pencegahan potensi korban menjadi pelaku kekerasan di masa depan. Karena pengalaman traumatis seringkali berhubungan dengan siklus kekerasan berulang.
Baca Juga:
Perspektif Perlindungan Anak
Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAID) Jawa Barat, Ato Rinanto, menjelaskan bahwa anak-anak yang menjadi korban pelecehan seksual berisiko menjadi pelaku di kemudian hari jika trauma tidak ditangani dengan tepat. Oleh karena itu, penting untuk melakukan terapi menyeluruh dan berkelanjutan agar korban terbebas dari ingatan buruk dan dampak psikologis negatif.
Faktor Masa Lalu Pelaku
Faktor masa lalu pelaku sering kali menjadi aspek penting dalam memahami motif dan pola perilaku dalam kasus pelecehan seksual. Dalam kasus imam masjid di Garut, pelaku yang berinisial IY mengaku pernah menjadi korban pelecehan seksual saat masih anak-anak. Pengalaman traumatis ini dapat meninggalkan luka psikologis yang mendalam dan memengaruhi perkembangan kepribadian serta perilaku seseorang di masa dewasa.
Hal ini menjelaskan adanya potensi terjadinya siklus kekerasan. Dimana korban masa lalu dapat berisiko menjadi pelaku di kemudian hari jika tidak mendapatkan penanganan yang tepat dan memadai. Siklus kekerasan ini menunjukkan pentingnya intervensi dini sebagai upaya preventif untuk memutus rantai kekerasan yang berulang.
Terapi dan pendampingan psikologis bagi pelaku sangat krusial untuk membantu mereka mengatasi trauma masa kecil, memahami pola perilaku yang salah, dan mengembangkan kontrol diri yang lebih baik. Selain itu, intervensi tersebut juga bermanfaat dalam mencegah pelaku mengulangi tindakan kekerasan kepada korban baru.
Penegakan Hukum dan Ancaman Hukuman Terhadap Pelaku
Pelaku berinisial IY kini telah resmi ditahan oleh pihak kepolisian setelah proses penyidikan yang mendalam terhadap kasus dugaan pelecehan seksual terhadap 13 anak laki-laki di Kabupaten Garut. IY dijerat dengan Pasal 82 ayat (1) dan (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, yang secara khusus mengatur tentang perlindungan hukum terhadap anak-anak dari tindak pidana seksual.
Pasal tersebut memberikan ancaman hukuman penjara yang cukup berat, yakni hingga 20 tahun. Sebagai bentuk sanksi tegas terhadap pelaku kejahatan yang berkomitmen mencederai hak-hak anak tersebut. Proses hukum yang sedang berjalan diharapkan tidak hanya menjadi sarana penegakan keadilan bagi para korban dan keluarganya. Tetapi juga berfungsi sebagai peringatan keras bagi siapa saja yang mencoba melakukan kejahatan serupa.
Penegakan hukum yang tegas dan transparan sangat penting agar kasus kekerasan dan pelecehan terhadap anak-anak tidak terulang di wilayah Garut maupun daerah lain di Indonesia. Selain itu, hukuman berat bertujuan untuk memberikan efek jera yang signifikan. Sehingga dapat melindungi hak-hak anak dan menjaga keamanan lingkungan masyarakat secara luas.
Kesimpulan
Kasus 13 anak dibawah umur jadi korban sodomi imam masjid di Garut ini mengingatkan kita akan pentingnya kewaspadaan, perlindungan anak, dan pemberian pendampingan psikologis kepada korban. Sinergi antara aparat hukum, lembaga perlindungan anak, dan masyarakat sangatlah vital untuk mencegah kejadian memilukan serupa di masa depan.
Selain hukuman yang tegas bagi pelaku, fokus utama juga harus diberikan bagi pemulihan mental dan fisik korban agar mereka bisa tumbuh dan berkembang tanpa beban trauma. Manfaatkan juga waktu anda untuk mengeksplorasi lebih banyak lagi tentang semua informasi lainnya hanya di POS VIRAL.
Sumber Informasi Gambar:
1. Gambar Pertama dari cnnindonesia.com
2. Gambar Kedua dari detik.com