Fenomena media sosial sering kali menghadirkan istilah-istilah baru yang kemudian menjadi viral, terutama saat momen-momen penting seperti demonstrasi besar.
Pada demo menolak kebijakan DPR Agustus 2025 lalu, istilah tone deaf cukup sering muncul dan ramai diperbincangkan oleh netizen. Istilah ini tidak hanya menjadi bahan ejekan, tetapi juga kritik tajam terhadap sikap sejumlah pejabat dan anggota DPR yang dianggap tidak peka terhadap aspirasi rakyat. Apa sebenarnya arti dari tone deaf dan mengapa istilah ini menjadi viral di media sosial saat demo DPR kemarin?
Berikut ini POS VIRAL akan memberikan informasi tentang arti istilah tone deaf, yang menjadi ramai digunakan di media sosial saat demo DPR Agustus 2025.
Pengertian Tone Deaf dalam Konteks Sosial dan Politik
Istilah tone deaf secara harfiah berasal dari dunia musik, yang berarti ketidakmampuan seseorang untuk mengenali atau menyamai nada musik dengan tepat. Namun, dalam konteks sosial dan politik, tone deaf memiliki arti yang lebih luas dan metaforis. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan sikap seseorang, terutama pejabat atau lembaga pemerintah, yang tidak peka atau tidak memahami kondisi dan perasaan masyarakat. Sikap ini sering dianggap sebagai bentuk ketidakpekaan terhadap realitas sosial.
Dalam kasus demo DPR Agustus 2025, istilah tone deaf digunakan untuk menggambarkan sikap sebagian anggota DPR atau pejabat yang dinilai tidak peka. Mereka dianggap tetap membuat kebijakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan, harapan, bahkan penderitaan rakyat. Misalnya, ketika masyarakat menuntut penghapusan kebijakan yang memberatkan, aspirasi tersebut justru diabaikan. Beberapa pejabat malah terus mempertahankan posisi mereka tanpa mau mendengarkan suara demo.
Pentingnya memahami istilah tone deaf ini adalah agar masyarakat semakin kritis terhadap sikap pemimpin dan wakil rakyat. Ketika pemimpin tone deaf, itu bisa memicu ketegangan dan ketidakpercayaan yang lebih besar, yang pada akhirnya memperburuk kondisi sosial dan politik.
POSVIRAL hadir di saluran whatsapp, silakan JOIN CHANNEL |
Ayo KAWAL TIMNAS lolos PIALA DUNIA, dengan cara LIVE STREAMING GRATIS tanpa berlangganan melalui aplikasi Shotsgoal. Segera download!

Mengapa Tone Deaf Menjadi Viral saat Demo DPR?
Viralnya istilah tone deaf saat demo DPR Agustus 2025 bukanlah tanpa alasan. Media sosial menjadi arena utama tempat rakyat menyuarakan kekecewaan dan kemarahan mereka. Dalam demonstrasi tersebut, banyak video dan meme beredar yang menunjukkan pernyataan atau tindakan anggota DPR yang dinilai tone deaf terhadap aspirasi rakyat. Misalnya, ada momen di mana pejabat mengeluarkan pernyataan yang terkesan meremehkan atau tidak relevan dengan tuntutan demonstran.
Para netizen dengan cepat menggunakan istilah ini untuk menyindir dan mengkritik sikap anggota DPR yang terkesan tidak menyadari realitas di lapangan. Istilah tone deaf menjadi semacam simbol ketidakpekaan yang menjalar ke berbagai percakapan di media sosial, dari Twitter hingga Instagram dan TikTok. Dengan cara ini, istilah tersebut sekaligus memperkuat semangat solidaritas di antara para demonstran dan pendukung mereka.
Selain itu, penggunaan istilah dalam bentuk meme atau video humor turut membuat istilah ini lebih mudah menyebar dan diterima oleh berbagai kalangan. Pendekatan humor ini sering menjadi senjata ampuh untuk melampiaskan frustrasi politik secara kreatif dan efektif.
Baca Juga: Viral! Remaja Pamer Jam Rp11,7 M dari Rumah Ahmad Sahroni, Kini Diincar Aparat
Contoh Kasus Tone Deaf dalam Demo DPR Agustus 2025
Salah satu contoh mencolok dari sikap tone deaf yang ramai diperbincangkan adalah ketika seorang anggota DPR menyatakan bahwa tuntutan demonstran dianggap tidak masuk akal tanpa mencoba memahami latar belakang atau alasan di balik tuntutan tersebut. Pernyataan ini memicu kemarahan luas dan dianggap sebagai bukti nyata kurangnya empati para wakil rakyat terhadap rakyatnya sendiri.
Ada juga kasus ketika kebijakan yang baru diumumkan oleh DPR dinilai semakin memberatkan masyarakat miskin. Sementara beberapa anggota DPR justru ikut merayakan pencapaian tersebut. Perilaku semacam ini dianggap tidak peka dan jauh dari realitas yang dialami rakyat.
Selain itu, media sosial juga menyoroti momen-momen ketika pejabat yang ditugaskan menangani isu demo malah tampak kurang responsif. Seperti tidak turun langsung menemui demonstran atau hanya memberikan pernyataan formal yang terkesan kaku dan tidak menyentuh hati rakyat. Momen-momen ini semakin mengukuhkan gambaran bahwa para pejabat tersebut bersikap tone deaf.
Dampak dan Pelajaran dari Isu Tone Deaf di Media Sosial
Viralnya istilah tone deaf selama demo DPR Agustus 2025 menimbulkan dampak yang cukup signifikan. Baik di kalangan masyarakat maupun bagi para pejabat pemerintah. Bagi masyarakat, istilah ini menjadi alat untuk menyuarakan kritik sekaligus memperkuat kesadaran akan pentingnya keterbukaan dan empati dari penguasa. Masyarakat menjadi lebih waspada dan selektif dalam menilai sikap serta kebijakan pemerintah yang berpeluang tidak peka terhadap kebutuhan mereka.
Bagi para pejabat dan anggota DPR, situasi ini dapat menjadi refleksi penting untuk lebih memperhatikan aspirasi rakyat secara nyata dan tidak hanya sekadar pernyataan formal. Sikap tone deaf yang viral ini menunjukkan bahwa kegagalan dalam mendengarkan rakyat bisa berujung pada hilangnya kepercayaan dan legitimasi politik.
Selain itu, penggunaan istilah tersebut membuka ruang diskusi yang lebih luas mengenai pentingnya komunikasi publik. Transparansi dalam pemerintahan harus terus ditingkatkan agar rakyat merasa dilibatkan. Para pemimpin dituntut tidak hanya hadir secara fisik dalam berbagai kesempatan. Mereka juga harus benar-benar mendengar dan merespons suara rakyat dengan empati serta tindakan yang tepat. Simak dan ikuti terus POS VIRAL agar Anda tidak ketinggalan berita informasi menarik lainya yang terupdate setiap hari.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari www.poskota.co.id
- Gambar Kedua dari www.liputan6.com