Iran dulunya pernah dianggap sebagai boneka Amerika karena pengaruh besar AS terhadap pemerintahannya, terutama selama era Dinasti Pahlavi.
Shah Mohammad Reza Pahlavi, pemimpin Iran pada masa itu, disebut sebagai boneka Amerika. Hubungan yang rumit ini dipicu oleh perebutan hak pengelolaan tambang minyak bumi sejak tahun 1950. Berikut ini POS VIRAL akan membahas tentang Iran pernah jadi boneka Amerika, kok sekarang jadi musuh bebuyutan.
Perubahan Dramatis dalam Hubungan AS-Iran
Secara historis, Iran dianggap sebagai musuh utama Amerika Serikat di Timur Tengah sejak Revolusi Islam 1979. Amerika Serikat dan Iran memiliki hubungan yang dinamis, pernah menjadi sekutu, tetapi lebih sering bermusuhan dan terlibat dalam konflik. Sejak intervensi CIA dalam kudeta Iran pada tahun 1953, dinamika antara kedua negara kerap diwarnai konflik politik, ekonomi, hingga militer.
Setelah Revolusi Iran, hubungan antara kedua negara tersebut berubah drastis dari kerja sama menjadi permusuhan terbuka. Iran dan Amerika Serikat bahkan tidak memiliki hubungan diplomatik resmi sejak April 1980. Pakistan bertugas sebagai negara pelindung Iran di Amerika Serikat.
Gus Baha, seorang ulama kharismatik, menyoroti bahwa ciri utama Iran adalah keberaniannya melawan Amerika Serikat. “Ciri utamanya Iran itu berani melawan Amerika,” tegas Gus Baha. Keberanian ini telah menjadi identitas Iran sejak era Revolusi Iran di bawah pimpinan Ayatollah Khomeini.
POSVIRAL hadir di saluran whatsapp, silakan JOIN CHANNEL |
Ayo KAWAL TIMNAS lolos PIALA DUNIA, dengan cara LIVE STREAMING GRATIS tanpa berlangganan melalui aplikasi Shotsgoal. Segera download!

Transformasi Iran Dari Boneka Menjadi Penantang
Sebelum Revolusi Iran, Iran di bawah kepemimpinan Shah Mohammad Reza Pahlavi dianggap sebagai “boneka” Amerika karena pengaruh besar AS terhadap pemerintahannya. Namun, situasi berubah drastis setelah Shah digulingkan dalam Revolusi Iran yang dipimpin oleh tokoh-tokoh seperti Ayatollah Ali Khamenei dan Ali Syariati. Sejak saat itu, Iran dikenal karena keberaniannya menentang Amerika Serikat.
Keberanian Iran melawan AS telah menjadi ciri khas negara tersebut sejak lama. Perubahan ini menandai dimulainya era baru di mana Iran secara aktif menentang dominasi Amerika Serikat. Transisi ini sangat penting dalam membentuk identitas Iran di kancah internasional sebagai negara yang tidak gentar menghadapi kekuatan Barat.
Gus Baha menjelaskan bahwa Iran pernah memiliki pemimpin Shah Iran, yang bernama Pahlevi, dan Pahlevi adalah boneka Amerika. Lalu Pahlevi digulingkan oleh monarki Khomeini dan Ali Syariati. Semenjak itu, Iran identik berani kepada Amerika, yang dimulai zaman era revolusi Khomeini.
Baca Juga:
Pemicu Konflik Perebutan Pengelolaan Minyak
Hubungan rumit antara Iran dan Amerika Serikat sejak tahun 1950 dipicu oleh perebutan hak pengelolaan tambang minyak bumi. Perdana Menteri Iran saat itu, Mohammad Mossadeq, berniat menasionalisasi tambang minyak bumi yang sebagian besar dikuasai oleh perusahaan Inggris. Untuk mencegah nasionalisasi ini, intelijen Inggris dan AS berupaya melakukan kudeta dan menggulingkan pemerintahan Mossadeq.
AS kemudian mendukung Mohammad Reza Shah sebagai pemimpin, menggantikan Mossadeq. Namun, rakyat yang tidak puas dengan rezim baru tersebut memunculkan rival politik baru, Ayatollah Khomeini. Gerakan yang dipimpin Khomeini dianggap sebagai pemberontakan dan sang Ayatollah diasingkan dari Iran.
Pada tahun 1979, setelah Ayatollah Khomeini kembali ke Iran, revolusi pun pecah dan rezim Reza Shah digulingkan. Iran kemudian berubah menjadi negara Islam, dan Reza Shah diasingkan. Sentimen anti-AS semakin mengemuka ketika Reza Shah memilih pergi ke AS dengan dalih menjalani pengobatan, keputusan yang semakin membuat rakyat Iran murka.
Revolusi Iran 1979 dan Dampaknya
Revolusi Iran, yang terjadi antara tahun 1978 hingga 1979, memiliki implikasi besar terhadap berbagai aspek masyarakat dan pemerintahan Iran. Namun, revolusi ini secara fundamental mengubah hubungan Iran dengan Israel, mengubahnya dari kerja sama diam-diam menjadi permusuhan yang terbuka.
Pada tahun 1979, rakyat Iran menentang dan menggulingkan pemerintahan Shah Reza Pahlavi yang dianggap semena-mena dan tidak becus mengurus negeri. Revolusi ini dipimpin oleh pihak liberal, golongan haluan kiri, dan kumpulan agama, dimulai pada pertengahan tahun 1977 hingga tahun 1979.
Setelah revolusi, Iran mengalami berbagai perubahan signifikan, termasuk lonjakan penduduk dan penyusutan ekonomi. Selain itu, jumlah bioskop dan buku juga menjadi lebih sedikit dibandingkan masa sebelum revolusi. Revolusi ini tidak hanya berdampak internal tetapi juga secara drastis mengubah posisi Iran di kancah global.
Konflik Berkelanjutan dan Eskalasi Ketegangan
Hubungan antara Iran dan Amerika Serikat semakin tegang setelah AS meluncurkan serangan yang menewaskan Qassem Soleimani pada tahun 2020, seorang komandan elit Iran. Soleimani adalah jenderal pasukan elit Quds, dan Iran menganggap tindakan ini sebagai pelanggaran garis batas dan hukum internasional.
Pada tahun 1981, terjadi konflik penyanderaan di mana mahasiswa pro-Khomeini menyerbu Kedutaan AS di Teheran dan menyandera 52 warga AS selama 444 hari. Insiden ini semakin memperkeruh hubungan diplomatik antara kedua negara. Selain itu, Presiden Ronald Reagan secara resmi menunjuk Iran sebagai negara sponsor teror setelah serangkaian serangan di Lebanon, di mana AS terlibat.
Perang sipil antara Irak dan Iran pada tahun 1980 juga semakin memperkeruh suasana, karena AS memberikan dukungan militer pada Irak. Ini menunjukkan bahwa konflik antara Iran dan AS tidak hanya dipicu oleh perbedaan ideologi, tetapi juga oleh kepentingan geopolitik dan militer di kawasan Timur Tengah.
Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca informasi ini. Semoga informasi yang diberikan bermanfaat. Jangan ragu datang kembali untuk mengetahui lebih banyak lagi informasi yang ada di POS VIRAL.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari www.liputan6.com
- Gambar Kedua dari www.liputan6.com