Kejagung menanggapi permohonan Hotman Paris Hutapea kepada Presiden Prabowo Subianto terkait kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook yang menjerat Nadiem Makarim.
Hotman Paris meminta agar Prabowo memanggil Kejaksaan Agung dan meminta gelar perkara Nadiem dilakukan di Istana. Namun, Kejagung menegaskan bahwa proses penyidikan akan terus berjalan sesuai ketentuan yang berlaku.
Dibawah ini anda bisa melihat berbagai informasi menarik lainnya seputaran POS VIRAL.
Latar Belakang Permintaan Hotman Paris
Pada Sabtu, 6 September 2025, pengacara kondang Hotman Paris Hutapea secara terbuka meminta Presiden Prabowo Subianto memanggil langsung Kejaksaan Agung agar menggelar perkara dugaan korupsi pengadaan Chromebook di Istana.
Ia menyatakan akan membuktikan, dalam waktu singkat “cukup 10 menit” bahwa kliennya. Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, tidak melakukan korupsi: “tak menerima uang satu sen pun, tak ada markup, dan tak ada yang diperkaya”
Hotman juga menyinggung hubungan profesionalnya dengan Presiden: “yang pernah jadi klien saya 25 tahun,” sebagai semacam panggilan balas jasa. Tindakan ini menuai respons dari berbagai pihak, termasuk Kejagung dan Istana Kepresidenan.
Pernyataan Kejagung Mengenai Permintaan Hotman Paris
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna. Menyatakan bahwa ia tidak bisa memberikan banyak komentar mengenai permintaan Hotman Paris.
Anang menjelaskan bahwa kasus yang menjerat Nadiem Makarim saat ini masih dalam tahap penyidikan. Oleh karena itu, ia meminta agar proses hukum berjalan sesuai ketentuan yang ada.
Kejagung juga menegaskan komitmennya untuk menghormati asas praduga tak bersalah terhadap Nadiem Makarim. Anang Supriatna meminta masyarakat untuk menghormati proses hukum yang sedang diusut oleh penyidik Kejagung.
Ia menekankan bahwa penyidik akan mengungkap semua fakta hukum yang ada. Termasuk pihak-pihak lain yang mungkin terlibat dalam kasus tersebut. Penekanan ini menunjukkan bahwa Kejagung akan bekerja secara independen dan profesional dalam menangani kasus ini, tanpa adanya intervensi dari pihak manapun.
Baca Juga: Nadiem Makarim Resmi Jadi Tahanan Kejagung Dalam Korupsi Chromebook
Landasan Hukum Status Perkara Nadiem Makarim
Kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek yang menjerat mantan Menteri Nadiem Makarim didasarkan pada ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, khususnya Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 yang mengatur perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara.
Selain itu, Nadiem juga dijerat dengan Pasal 18 UU Tipikor mengenai perampasan hasil korupsi. Serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penyertaan (perbuatan dilakukan bersama-sama). Penyidik Kejagung menduga pengadaan perangkat Chromebook ini mengakibatkan potensi kerugian negara yang nilainya diperkirakan mencapai Rp1,9–1,98 triliun.