Nama Khmer Merah tidak bisa dilepaskan dari sosok pemimpin rezim komunis yang kejam dan menguasai kamboja dengan Genosida Kamboja.
Selama masa kepemimpinannya, rezim ini bertanggung jawab atas pembunuhan sekitar 2 juta rakyat negara beribukota Phnom Penh tersebut. Dibawah ini POS VIRAL akan membahas secara lengkap tentang sejarah, kronologi, jumlah korban serta bagaimana awal mula peristiwa ini bisa terjadi. Mari kita bahas!
Sekilas Tentang Khmer Merah
Khmer Merah, yang dikenal juga dengan sebutan Khmer Rouge dalam bahasa Prancis, adalah rezim brutal yang memerintah Kamboja dari tahun 1975 hingga 1979 di bawah kendali seorang diktator Marxis bernama Pol Pot. Rezim ini berupaya menciptakan sebuah “ras unggul” Kamboja melalui rekayasa sosial besar-besaran yang berujung pada tragedi kemanusiaan terbesar di Asia Tenggara.
Dari upaya radikal itu, lebih dari 2 juta orang meninggal dunia, bukan hanya karena dieksekusi sebagai musuh politik, tetapi juga akibat kelaparan, penyakit, dan kerja paksa yang tak manusiawi. Periode ini tercatat dalam sejarah sebagai Genosida Kamboja dan menjadi bahan dokumenter berjudul “The Killing Fields” yang menggambarkan kekejaman rezim tersebut.
Asal-Usul Khmer Merah
Menurut ensiklopedia Britannica, Khmer Merah didirikan pada tahun 1967 sebagai sayap bersenjata dari Partai Komunis Kampuchea. Gerakan ini berawal dari Partai Revolusi Rakyat Khmer yang terbentuk pada tahun 1951, bernaung di bawah Viet Minh Vietnam. Kebanyakan anggota partai komunis ini adalah pemimpin Marxis yang berpendidikan di Prancis dan menamakan partainya sebagai Partai Komunis Kampuchea.
Pada akhir tahun 1950-an, mereka mulai beraksi secara klandestin melawan pemerintahan kerajaan Pangeran Norodom Sihanouk. Walaupun dukungan Sihanouk cukup kuat di kalangan petani, gerakan komunis ini hanya sedikit bisa maju dari markas mereka yang tersembunyi di hutan dan pegunungan Kamboja. Namun, setelah kudeta militer oleh sayap kanan yang menjatuhkan Sihanouk pada 1970. Khmer Merah justru berkoalisi dengannya dan mulai meraih dukungan lebih besar di pedesaan.
Situasi ini diperparah dengan kampanye pengeboman besar-besaran Amerika Serikat di wilayah Kamboja pada awal 1970-an, yang semakin mempercepat popularitas Khmer Merah. Di masa itu pula, pasukan ini mendapat dukungan besar dari Vietnam Utara yang sejak lama membatasi bantuannya untuk Khmer Merah selama pemerintahan Sihanouk.
POSVIRAL hadir di saluran whatsapp, silakan JOIN CHANNEL |
Ayo KAWAL TIMNAS lolos PIALA DUNIA, dengan cara LIVE STREAMING GRATIS tanpa berlangganan melalui aplikasi Shotsgoal. Segera download!

Perang Saudara dan Perebutan Kekuasaan oleh Khmer Merah
Perang saudara yang berlangsung selama hampir lima tahun mulai 1970 memperlihatkan perkembangan kekuatan Khmer Merah secara perlahan-lahan di wilayah pedesaan Kamboja. Rezim ini secara sistematis memperluas pengaruhnya dan akhirnya pada April 1975. Para pejuang Khmer Merah melakukan serangan besar-besaran yang berhasil merebut ibu kota Phnom Penh. Dengan kemenangan ini, Khmer Merah mendirikan pemerintahan nasional Kamboja, dan Pol Pot diangkat sebagai Perdana Menteri.
Kepemimpinan Pol Pot ini menandai dimulainya era pemerintahan yang dianggap sebagai salah satu yang terburuk dalam sejarah Marxisme abad ke-20. Dalam waktu singkat, sekitar 1,5 juta hingga 2 juta jiwa penduduk Kamboja tewas. Tidak hanya rakyat biasa, mayoritas profesional, teknisi, dan intelektual negara ini dihancurkan oleh rezimnya sendiri demi mencapai visi “kemurnian” sosial mereka.
Cara Pemerintahan Khmer Merah yang Brutal dan Rekayasa Sosial
Sistem pemerintahan Khmer Merah diberi julukan “rekayasa sosial” yang otoriter dan brutal. Pol Pot berambisi membuat masyarakat Kamboja kembali ke tatanan agraris yang dianggapnya “murni”. Seluruh penduduk kota terpaksa dievakuasi dan dikirim ke pedesaan untuk bekerja di pertanian kolektif dalam kondisi yang sangat keras. Lembaga-lembaga pendidikan, kesehatan, serta ekonomi modern dibubarkan secara paksa.
Rezim ini juga menerapkan penindasan sistematis terhadap lawan politik. Setidaknya 150 penjara dan pusat penyiksaan didirikan untuk menyiksa serta mengeksekusi para tahanan secara kejam. Di bawah kedok revolusi agraria, jutaan orang kelaparan dan banyak yang meninggal karena berbagai penyakit yang seharusnya mudah diobati. Kebijakan-kebijakan Pol Pot yang paranoid dan xenofobia juga menyebabkan genosida etnis minoritas dan pembersihan massal di masyarakat.
Baca Juga:
Penaklukan oleh Pasukan Vietnam dan Kejatuhan Khmer Merah
Masa kekuasaan Khmer Merah tidak bertahan lama. Pada 1979, pasukan Vietnam berhasil menginvasi Kamboja, menggulingkan pemerintahan Khmer Merah serta mengakhiri pemerintahan Pol Pot dan kroninya. Pemerintahan baru yang didukung Vietnam pun dibentuk, menggantikan rezim brutal tersebut.
Namun, Khmer Merah tidak langsung pupus. Mereka mundur ke daerah terpencil di barat Kamboja dekat perbatasan Thailand dan terus melakukan perang gerilya. Dukungan dari Tiongkok membuat mereka mampu bertahan lama sebelum akhirnya mulai melemah secara signifikan pada 1990-an. Selama periode ini, Khmer Merah juga membentuk koalisi rapuh dengan kelompok-kelompok Khmer non-komunis. Untuk melawan pemerintahan yang didukung PBB dan Vietnam.
Fragmentasi dan Penyerahan Diri Kader Khmer Merah
Pada pertengahan 1990-an, sejumlah kader penting Khmer Merah mulai membelot dan menerima tawaran amnesti dari pemerintah Kamboja. Salah satu tokoh besar mereka, Ieng Sary, yang pernah menjadi wakil pemimpin, menyerahkan diri bersama ribuan gerilyawan di bawah pimpinan mereka dan menandatangani perjanjian damai. Kekacauan internal kemudian terus meningkat hingga 1997 ketika Pol Pot ditangkap oleh sesama anggota Khmer Merah dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
Pol Pot sendiri meninggal dunia pada 15 April 1998 akibat serangan jantung. Ini menandai akhir dari sosok utama yang menjadi simbol rezim kejam ini. Setelah kematiannya, sebagian besar pimpinan Khmer Merah yang masih hidup melakukan pembelotan atau dipenjara. Sehingga kekuatan mereka semakin terpecah dan berkurang drastis hingga akhirnya benar-benar hilang dari panggung politik Kamboja.
Pelajaran Sejarah dari Rezim Khmer Merah
Kekejaman Khmer Merah menjadi bagian kelam dalam sejarah dunia yang memberikan banyak pelajaran tentang bahayanya ideologi ekstrem dan otoritarianisme tanpa kontrol. Genosida Kamboja yang menewaskan jutaan orang menjadi peringatan bagi dunia untuk senantiasa waspada pada penyalahgunaan kekuasaan.
Berbagai pengadilan internasional dan nasional kemudian diupayakan untuk menuntut pertanggungjawaban para pelaku kejahatan kemanusiaan Khmer Merah. Namun, luka yang ditinggalkan oleh rezim itu masih terasa hingga sekarang di Kamboja, baik dari sisi sosial, budaya, maupun perjuangan rekonsiliasi bangsa.
Kesimpulan
Rezim Khmer merah di bawah kepemimpinan komunis Pol Pot yang menguasai Kamboja pada saat itu adalah contoh tragis dari ekstremisme yang berujung pada genosida massal dan kehancuran sebuah bangsa. Sejarah mengajarkan bahwa kekejaman semacam itu tidak boleh terulang lagi, dan dunia harus menjaga nilai-nilai kemanusiaan dan demokrasi.
Upaya rekonsiliasi, pendidikan sejarah bagi generasi muda, dan penegakan hukum atas kejahatan masa lalu menjadi langkah penting untuk memastikan perdamaian dan pembangunan yang berkelanjutan di Kamboja dan dunia.
Kisah pahit Khmer Merah harus menjadi pengingat abadi akan pentingnya toleransi, hak asasi manusia, dan pemerintahan yang adil bagi seluruh umat manusia. Manfaatkan juga waktu anda untuk mengeksplorasi lebih banyak lagi informasi viral terupdate lainnya hanya di POS VIRAL.
Sumber Informasi Gambar:
1. Gambar Pertama dari tempo.co
2. Gambar Kedua dari kompas.com