Seorang pemuda asal Sukabumi, Muhammad Bagas Saputra, diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Kamboja.
Berangkat dengan janji kerja di kapal, ia justru disekap, disiksa, dan diminta tebusan Rp 40 juta. Keluarga panik, pemerintah daerah bergerak, dan BP2MI tengah menindaklanjuti. Kisah nyata ini membuka mata akan bahaya kerja ilegal ke luar negeri dan pentingnya jalur resmi serta edukasi migrasi yang aman. Dalam ulasan berikut, POS VIRAL akan mengupas tuntas peristiwa tragis Pemuda Sukabumi korban TPPO di Kamboja.
Kronologi Awal Keberangkatan Bagas
Muhammad Bagas Saputra, pemuda asal Sukabumi, memulai perjalanan kerjanya pada April 2024. Ia berpamitan kepada keluarga bahwa ia akan bekerja di kapal pelayaran menuju Taiwan. Keluarga sempat menerima kabar dari Bagas ketika ia sudah berada di Taiwan. Namun, dua bulan kemudian, kabar mengejutkan datang: Bagas mengaku telah “diturunkan” di pelabuhan China tanpa tiket lanjutan dan tanpa uang sepeser pun.
Menurut kakaknya, Rangga Saputra (26), “Katanya ada masalah sama orang lokal di sana. Akhirnya kapten kapal, yang orang Cina, lebih milih warga mereka sendiri. Adik saya diturunkan di sana tanpa dikasih tiket, tanpa dikasih uang sepeser pun.”
Setelah insiden tersebut, keluarga sempat kehilangan kontak dengan Bagas. Baru pada 27 Juni 2025, Bagas kembali mengirim pesan. Ia menyampaikan bahwa dirinya kini berada di Kamboja, dalam keadaan bingung dan tak memiliki uang maupun tiket untuk pulang. Sebelumnya, ia sempat mendapat tawaran kerja baru dan berujar, “Doain aja Agustus 2025 bisa pulang.”
POSVIRAL hadir di saluran whatsapp, silakan JOIN CHANNEL |
Ayo KAWAL TIMNAS lolos PIALA DUNIA, dengan cara LIVE STREAMING GRATIS tanpa berlangganan melalui aplikasi Shotsgoal. Segera download!

Penyekapan, Penyiksaan, dan Permintaan Tebusan
Menjelang malam di tanggal yang sama, keluarga menerima video call dari orang asing yang memperlihatkan kondisi Bagas dalam keadaan disekap. Dalam video tersebut, Bagas terlihat terikat, tubuhnya dipenuhi luka, dan ia tampak disiksa secara fisik. Pelaku menuntut uang tebusan sebesar Rp 40 juta yang harus dibayarkan sebelum pukul 12 malam.
“Kalau nggak dikirim, katanya adik saya mau dieksekusi,” ungkap Rangga dengan suara berat.
Rangga menambahkan, “Ngancam langsung lewat video call. Intinya mereka bilang kalau tebusannya nggak dikirim cepat, adik saya bakal disiksa terus. Ngomongnya pakai bahasa asing, tapi ada yang menerjemahkan ke bahasa Indonesia.”
Dalam video itu, korban disetrum, dicambuk, dan dituduh telah gagal mencapai target pekerjaan yang diduga adalah target tipu-tipu dari pekerjaan ilegal seperti scam online.
Reaksi Keluarga: Ketakutan dan Tekanan Emosional
Pihak keluarga mengalami tekanan emosional berat setelah menyaksikan kondisi Bagas dalam video tersebut. Mereka tidak hanya terpukul, tetapi juga dihantui rasa takut dan ketidakpastian.
“Keluarga pasti kaget, sedih, dan nggak terima. Kami cuma pengen dia bisa pulang dalam keadaan selamat,” ujar Rangga.
Ketakutan semakin besar karena mereka tidak memiliki jalur resmi untuk meminta bantuan. Komunikasi dengan Bagas pun terbatas. Dalam situasi seperti ini, keluarga merasa seperti berjalan dalam gelap tanpa arah.
Peran Disnaker Kota Sukabumi
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kota Sukabumi segera merespons laporan dari pihak keluarga. Kepala Disnaker, Abdul Rachman, menyatakan bahwa mereka telah menerima informasi dari Kesbangpol dan Wakil Wali Kota.
“Betul, kita khawatir juga soal perdagangan organ tubuh. Makanya kita bergerak cepat,” tegas Abdul.
Langkah pertama yang diambil adalah mengumpulkan data dari rumah korban. Informasi tersebut selanjutnya diserahkan ke BP2MI (Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia) untuk ditindaklanjuti bersama Kementerian Luar Negeri. Abdul menegaskan bahwa mereka hanya memiliki kewenangan di tingkat daerah. “Itu nanti urusan Kemenlu dan BP2MI untuk negosiasi. Kami di daerah hanya fokus mengumpulkan data untuk mempercepat proses penyelamatan warga kami,” jelasnya.
Namun, Abdul juga mengungkap kendala besar: keberangkatan Bagas dilakukan secara ilegal. “Jadi ini di luar kontrol kita,” katanya. Tidak adanya data resmi membuat proses pemulangan dan perlindungan menjadi semakin rumit.
Baca Juga:
Pola Modus Operandi TPPO ke Kamboja
Kisah tragis Bagas memperlihatkan pola yang mirip dengan kasus TPPO lainnya. Calon korban dijanjikan pekerjaan dengan gaji besar di negara-negara seperti Singapura, Malaysia, atau Taiwan. Namun pada kenyataannya, mereka justru dikirim ke Kamboja dan dipaksa bekerja secara ilegal sebagai operator scam atau judi online.
Para korban dipaksa bekerja hingga 15 jam per hari, hanya diberi makan seadanya, dan tidak memiliki akses untuk meminta bantuan. Banyak dari mereka mengalami kekerasan fisik jika tidak memenuhi target.
Modus lain adalah transfer korban lintas negara. Rute umum yang digunakan adalah Taiwan,China,Kamboja, atau Malaysia ,Thailand,Kamboja. Pola ini menyulitkan pemerintah memantau keberadaan WNI yang direkrut secara ilegal.
Catatan Kasus Serupa di Sukabumi
Sebelum kasus Bagas mencuat, beberapa bulan lalu terjadi kasus serupa menimpa Purnama Alam (24), warga Desa Mekarsari, Ciemas, Sukabumi. Purnama meninggal dunia diduga akibat serangan jantung setelah dipaksa bekerja sebagai operator judi online selama 13–15 jam per hari.
Keluarganya sempat mendapat permintaan tebusan sebesar Rp 40–50 juta. Meski sudah membayar dan dibantu SBMI, jenazah Purnama tetap tertahan di Kamboja akibat tingginya biaya administrasi pemulangan.
Kasus lain dialami oleh DM (29), warga Sukabumi, yang disekap bersama belasan WNI lainnya. Mereka dijanjikan pekerjaan legal dengan gaji tinggi, namun akhirnya dipaksa menipu orang dan hidup dalam tekanan serta pengawasan ketat.
Langkah Tindak Lanjut dan Harapan Keluarga
Pihak Disnaker telah menyerahkan semua data ke BP2MI dan Kementerian Luar Negeri untuk proses penelusuran dan negosiasi penyelamatan Bagas. Kementerian Luar Negeri melalui KBRI Phnom Penh diharapkan segera menemukan lokasi keberadaan Bagas.
Keluarga juga tengah bersiap untuk melaporkan kasus ini secara resmi ke Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) agar penanganannya mendapatkan prioritas. “Rencananya keluarga baru mau laporan ke SBMI,” kata Rangga.
Masyarakat Sukabumi pun diimbau untuk lebih waspada terhadap tawaran kerja yang datang dari media sosial atau perantara yang tidak resmi. Kepala Disnaker Abdul Rachman kembali menegaskan, “Modusnya seperti itu. Dari pelayaran ke Taiwan, lalu China, akhirnya ke Kamboja. Ada juga yang lewat Malaysia, Thailand, sampai ke perbatasan Thailand–Kamboja. Ini sudah jadi pola.”
Pesan Utama dan Ajakan Waspada
Kasus Bagas adalah potret nyata bahwa mimpi ekonomi bisa berubah menjadi mimpi buruk. Para pelaku TPPO memanfaatkan ketidaktahuan, keinginan untuk sukses cepat, dan ketiadaan jalur resmi untuk menjebak korban.
Permintaan tebusan, penyiksaan, dan penghilangan hak asasi manusia adalah bentuk kejahatan berat yang tak bisa ditoleransi. Pemerintah daerah, lembaga migran, dan instansi pusat harus bersinergi:
- Masyarakat harus lebih waspada dan tidak tergiur iming-iming kerja instan dari media sosial.
- Instansi lokal seperti Disnaker perlu memperluas sosialisasi hingga ke tingkat desa.
- BP2MI dan Kemenlu perlu membentuk tim reaksi cepat untuk penanganan TPPO lintas negara.
KBRI di negara-negara rawan seperti Kamboja harus sigap menyelamatkan dan melindungi WNI yang terancam.
Kesimpulan
Kisah Muhammad Bagas Saputra menambah daftar panjang korban TPPO asal Indonesia yang menjadi korban kejahatan kemanusiaan di luar negeri. Disekap, disiksa, dan diminta tebusan Rp 40 juta – ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi tragedi kemanusiaan yang memanggil semua pihak untuk bergerak cepat.
Semoga semua upaya yang kini sedang berjalan dari keluarga, Disnaker, SBMI, BP2MI, hingga Kemenlu mampu menyelamatkan Bagas dalam waktu dekat. Dan semoga kasus ini membuka mata semua orang: bahwa bekerja ke luar negeri bukan sekadar soal gaji besar, tapi juga soal keamanan, legalitas, dan perlindungan hak dasar manusia. Terima kasih telah mengisi waktu anda untuk mengetahui informasi tentang. Pemuda Sukabumi korban TPPO di POS VIRAL dan jangan lupa kembali lagi karena kami akan berita-berita menarik lainnya.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar pertama dari Sukabumi.com
- Gambar kedua dari Tribunnews.com