Sunday, July 20POS VIRAL
Shadow

Polri & KPK Bersatu! Desak MK Tunda Sidang Uji Materi UU Tipikor!

Polri & KPK Bersatu desak MK menunda sidang uji materiil Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan UU Tipikor pada 4 Juli 2025.

Polri & KPK Bersatu! Desak MK Tunda Sidang Uji Materi UU Tipikor!

Kedua lembaga penegak hukum ini secara kompak berkirim surat kepada Mahkamah Konstitusi, meminta penundaan pemberian keterangan mereka sebagai pihak terkait dalam persidangan. Absennya perwakilan dari Kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam sidang ini memicu pertanyaan dan spekulasi di tengah masyarakat.

Mengingat pentingnya materi uji yang akan dibahas, terutama terkait pasal-pasal pidana suap dan gratifikasi. Dibawah ini anda bisa melihat berbagai informasi menarik lainnya seputaran POS VIRAL.

tebak skor hadiah pulsabanner-free-jersey-timnas

Kronologi Penundaan Agenda Sidang yang Terhambat

Sidang uji materi UU Tipikor, yang terdaftar dalam Nomor Perkara 142/PUU-XXII/2024 dan 161/PUU-XXII/2024, memiliki agenda krusial untuk mendengarkan keterangan dari pihak terkait, yaitu Kepolisian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta Mahkamah Agung (MA). Selain itu, sidang juga dijadwalkan untuk mendengarkan keterangan ahli dan saksi dari masing-masing pemohon. Namun, harapan untuk mendapatkan penjelasan dari lembaga-lembaga kunci ini harus pupus.

Ketika persidangan dimulai, baik pihak Kepolisian maupun KPK meminta penundaan sidang, sementara dari pihak MA belum memberikan keterangan sama sekali. Ketua MK Suhartoyo, dalam persidangan, secara lugas menyampaikan bahwa pihaknya telah menerima surat permohonan penundaan dari kedua lembaga tersebut. “Agenda persidangan pada pagi hari ini adalah untuk mendengar keterangan ahli dari pemohon 161 dan keterangan dari pihak terkait yang diminta oleh Mahkamah dari kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi,” kata Suhartoyo.

Ia kemudian menambahkan, “Tapi dari kedua lembaga itu bersurat bahwa mohon penundaan untuk pemberian keterangannya dari kepolisian dan dari KPK.” Tidak hanya itu, kendala juga muncul dari pihak pemohon. Pemberian keterangan oleh ahli dari pemohon perkara Nomor 161/PUU-XXII/2024 tidak dapat dilanjutkan. Hal ini dikarenakan dokumen keterangan ahli dan riwayat hidupnya baru dikirimkan ke MK satu hari sebelum persidangan.

Ketentuan Pasal 62 ayat (3) Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 2 Tahun 2021 secara tegas mensyaratkan bahwa keterangan harus diserahkan paling lambat dua hari kerja sebelum persidangan. Dengan adanya dua agenda utama yang batal terlaksana, MK akhirnya memutuskan untuk menjadwal ulang sidang menjadi Rabu, 16 Juli 2025.

POSVIRAL hadir di saluran whatsapp, silakan JOIN CHANNEL

Ayo KAWAL TIMNAS lolos PIALA DUNIA, dengan cara LIVE STREAMING GRATIS tanpa berlangganan melalui aplikasi Shotsgoal. Segera download!

aplikasi nonton bola shotsgoal apk

Mengapa UU Tipikor Diuji Materi?

Uji materi UU Tipikor ini digulirkan melalui dua nomor perkara yang berbeda, namun dengan fokus utama pada konstitusionalitas Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor. Perkara pertama, Nomor 142/PUU-XXII/2024, dimohonkan oleh tiga pemohon: Syahril Japarin, Kukuh Kertasafari, dan Nur Alam. Mereka secara spesifik menguji konstitusionalitas norma Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor.

Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor mengatur pidana terhadap individu yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara. Sementara itu, Pasal 3 UU Tipikor berkaitan dengan pidana bagi mereka yang menyalahgunakan kewenangan, kesempatan. Atau sarana yang melekat pada jabatan atau kedudukannya untuk menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi, yang juga berpotensi merugikan keuangan atau perekonomian negara.

Para pemohon dalam perkara ini mempertanyakan apakah ketentuan pidana suap dan gratifikasi dalam pasal-pasal tersebut telah sesuai dengan prinsip. Dan norma yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selain itu, pemohon juga menjelaskan bahwa kata “dapat” dalam frasa “yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” pada Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor perlu dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Mereka berargumen bahwa frasa tersebut dapat menimbulkan multitafsir. Perkara kedua, dengan nomor 161/PUU-XXII/2024, diajukan oleh Hotasi DP Nababan, mantan direktur utama PT Merpati Nusantara Airlines. Menurut Nababan, Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor mengandung unsur multitafsir yang berpotensi disalahgunakan dan menimbulkan ketidakpastian hukum. Ketidakjelasan unsur dalam pasal-pasal tersebut, menurutnya, menyebabkan rasa takut dalam bertindak bagi setiap orang.

Reaksi Publik dan Analisis Kasus

Polri & KPK Bersatu dalam sidang uji materi UU Tipikor ini sontak memicu beragam reaksi di masyarakat. Banyak yang mempertanyakan alasan di balik ketidakhadiran kedua lembaga tersebut dalam sidang sepenting ini. Sebagai garda terdepan dalam pemberantasan korupsi, kehadiran mereka sangat diharapkan untuk memberikan pandangan dan keterangan yang komprehensif mengenai implementasi pasal-pasal yang sedang diuji.

Sejumlah pengamat hukum dan aktivis anti-korupsi menilai bahwa absennya Polri dan KPK dalam sidang ini menunjukkan perlunya koordinasi yang lebih baik antara lembaga penegak hukum dengan lembaga yudikatif. Terutama dalam perkara yang memiliki implikasi langsung terhadap praktik pemberantasan korupsi di Tanah Air. Mereka berharap sidang lanjutan dapat memberikan kejelasan hukum terkait tafsir terhadap Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor yang selama ini menjadi dasar banyak dakwaan kasus korupsi.

Baik di tingkat penyidikan maupun di pengadilan. Ketidakjelasan interpretasi terhadap frasa kunci seperti “dapat merugikan keuangan negara” dan unsur “niat” dalam perbuatan korupsi. Menjadi perhatian utama yang diharapkan dapat terjawab melalui putusan MK.

Baca Juga: 

Spekulasi di Balik Ketidakhadiran

Spekulasi di Balik Ketidakhadiran

Meskipun alasan resmi yang disampaikan adalah permintaan penundaan untuk pemberian keterangan, ketidakhadiran kompak dari Polri & KPK Bersatu menimbulkan berbagai spekulasi. Ada yang menduga bahwa mungkin ada perbedaan pandangan internal antar lembaga atau bahkan dalam tubuh masing-masing lembaga terkait interpretasi pasal-pasal yang diuji. Spekulasi lain menyebutkan adanya koordinasi strategis di balik layar untuk mempersiapkan keterangan yang lebih matang, mengingat kompleksitas isu yang dibahas.

Namun, tanpa penjelasan lebih lanjut dari kedua institusi, spekulasi ini tetap menjadi tanda tanya besar yang menggantung di benak publik. Kehadiran mereka di sidang lanjutan akan sangat dinantikan untuk mengklarifikasi berbagai pertanyaan ini.

Dampak Potensial Putusan MK

Putusan MK terkait uji materi UU Tipikor ini akan memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap lanskap pemberantasan korupsi di Indonesia. Jika permohonan pemohon dikabulkan dan frasa-frasa kunci dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor ditafsirkan ulang. Hal ini bisa mengubah cara aparat penegak hukum menindak kasus-kasus korupsi.

Perubahan tafsir, terutama mengenai unsur kerugian negara dan niat pelaku, dapat mempengaruhi proses penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan di pengadilan. Di satu sisi, pemohon berharap adanya kepastian hukum dan menghindari multitafsir yang dapat menimbulkan ketidakadilan.

Namun di sisi lain, para pegiat anti-korupsi khawatir bahwa penafsiran yang terlalu sempit dapat melemahkan upaya pemberantasan korupsi dan memberikan celah bagi para pelaku untuk lolos dari jeratan hukum. Oleh karena itu, putusan MK dalam perkara ini akan menjadi tonggak penting yang akan sangat dinantikan oleh semua pihak.

Menanti Sidang Lanjutan Harapan dan Tantangan

Dengan ditundanya sidang hingga 16 Juli 2025, publik menaruh harapan besar agar Polri & KPK Bersatu dapat hadir dan memberikan keterangan yang diperlukan. Kehadiran mereka sangat krusial untuk memberikan perspektif dari sisi penegak hukum yang selama ini berhadapan langsung dengan implementasi UU Tipikor.

Sidang lanjutan ini akan menjadi kesempatan bagi MK untuk mendengarkan berbagai sudut pandang secara komprehensif sebelum mengambil keputusan. Tantangannya adalah bagaimana MK dapat menafsirkan pasal-pasal tersebut secara adil dan konstitusional. Tanpa melemahkan semangat pemberantasan korupsi yang menjadi salah satu pilar penting dalam menjaga integritas negara.

Mata publik kini tertuju pada MK, menanti kejelasan hukum yang akan berdampak luas pada masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia. Simak dan ikuti terus jangan sampai ketinggalan informasi terlengkap hanya di POS VIRAL.


Sumber Informasi Gambar:

  1. Gambar Pertama dari www.kompas.tv
  2. Gambar Kedua dari nasional.kompas.com
Tele Grup
Channel WA
Grup FB
Search